Ini semua tak lepas dari kultur sepakbola Inggris yang sudah sepenuhnya profesional. Ketika sepakbola sudah menjadi industri profesional, otomatis kultur suporternya pun akan mengikuti. Atas nama profesionalitas pula komentator di Inggris nyaris tak pernah lebay.
Akan halnya di Indonesia, sepakbola kita masih sebatas jadi sarana hiburan semata. Maka alih-alih mengedukasi pemirsa dengan pengetahuan seputar sepakbola atau tim yang bertanding, komentatornya menghibur pemirsa. Jadi, jangan salahkan komentator jika kemudian muncul istilah-istilah alay seperti jebret, ahay dan lain sebagainya. Bukankah tujuan siaran (dan pertandingan) sepakbola di negara kita memang untuk menghibur pemirsa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H