Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Tambah Skill Storytelling dengan Belajar dari Pesulap

15 April 2021   07:17 Diperbarui: 15 April 2021   07:42 1634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu cara mengembangkan skill storytelling yang paling mudah adalah dengan belajar dari pesulap (ilustrasi diolah pribadi melalui Canva)

Kalau kamu ingin memenangkan event kompetisi blog maraton Samber THR Kompasiana atau blog competition lainnya, kamu harus mengembangkan skill storytelling. Di setiap artikelmu, kamu harus bisa bercerita.

Serius. Coba perhatikan artikel-artikel pemenang Samber THR Kompasiana, dari pertama kali event ini diadakan pada 2018 hingga 2020. Semua artikel yang ditulis para pemenang itu adalah jenis artikel storytelling atau bercerita. 

Alasan Storytelling Disukai Pembaca

Sejak jaman Nabi Adam, manusia senang cerita. Kitab-kitab suci pun banyak memuat kisah-kisah para Nabi dan kaum-kaum terdahulu. Kamu perhatikan pula, buku-buku best seller yang terjual hingga jutaan eksemplar adalah buku-buku fiksi yang bercerita.

Salah satu alasan mengapa buku fiksi bisa lebih laris dan diminati pembaca dibandingkan buku non fiksi adalah karena cerita melibatkan otak seseorang jauh lebih kuat daripada kumpulan data dan bahasa abstrak. Para peneliti telah lama mengetahui bahwa wilayah bahasa 'klasik' dari otak kita, seperti daerah Broca dan daerah Wernicke, terlibat dalam bagaimana otak mengartikan kata-kata tertulis. Apa yang disadari oleh para ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir adalah bahwa narasi/cerita mengaktifkan banyak bagian otak kita juga.

Bagi penulis fiksi, fakta bahwa kita membutuhkan cerita sudah jelas. Bagi penulis non fiksi, memasukkan cerita ke dalam artikel, esai, atau bentuk tulisan lainnya dapat memberikan pengaruh yang signifikan.

Tidak ada yang senang membaca artikel non fiksi yang sepertinya keluar dari buku teks kuliah yang padat. Setiap kali kita membahas konsep yang abstrak atau rumit, perhatian pembaca mulai berkurang. Istilah teknis yang kita gunakan memperlambat ritme tulisan sampai pada kecepatan seekor siput. Pembaca mulai berjuang untuk memahami apa yang sedang kita coba jelaskan dan mungkin menyerah untuk menyelesaikan bacaan mereka.

Tetapi bila kita dapat membuat cerita yang cerdik untuk mengilustrasikan konsep yang rumit, kita dapat menyeret tulisan keluar dari awan ke dunia nyata. Dengan begitu, pembaca dapat memvisualisasikan konsep yang kita jabarkan.

Sederhananya, tulisan yang bercerita itu menarik pembaca. Jadi, agar tulisanmu bisa menarik minat pembaca, supaya pembaca bisa tenggelam dari awal paragraf sampai titik terakhir tulisanmu, kamu wajib menguasai keterampilan storytelling.

Salah satu cara mengembangkan skill storytelling yang paling mudah adalah dengan belajar dari pesulap. Bagaimana caranya?

Berlatih dan Memperhatikan detail

Saya punya teman pesulap kartu, namanya Hendra. Kami bertemu sewaktu ikut pelatihan fasilitator Gapura Digital.

Karena punya keterampilan sulap, Hendra selalu mengawali pelatihan digital marketing bagi UMKM dengan beberapa trik sulap. Tak heran apabila Hendra menjadi fasilitator, suasana pelatihannya selalu semarak dengan tepuk tangan dan teriakan kagum penontonnya.

Meski sudah terbiasa melakukan trik sulap, Hendra selalu berlatih dulu sebelum tampil. Setiap trik sulap yang pernah diperagakannya dilatihnya lagi. Tujuannya agar dia tidak melakukan kesalahan.

Sulap membutuhkan perhatian besar terhadap detail dan banyak latihan. Ketika Hendra melakukan trik kartu, setiap gerakan dan kata berkontribusi pada ilusi. Kesalahan sekecil apa pun dalam posisi tangan dapat merusak trik. Setiap gerakan harus dilakukan untuk memori otot. Dengan begitu, pesulap dapat terlibat dengan penonton dan membuat mereka merasa dilihat dan disertakan.

Dengan memori otot yang kuat, aksi pesulap tidak akan terlihat canggung. Dan untuk menguatkan memori otot agar gerakan tangan tidak terpatah-patah, kata Hendra dia biasa berlatih 4 jam sehari, dan mengulanginya lagi satu jam sebelum pertunjukan.

Menulis storytelling juga begitu. Sebagai penulis, kita ingin pembaca tenggelam dalam setiap kata dan penuh perhatian sepanjang pengalaman membacanya. Kita tidak dapat mencapai tingkat penulisan seperti itu tanpa memperhatikan detail.

Setiap kata, tanda baca, dan spasi harus memiliki tujuan. Penulis harus mempertimbangkan setiap frasa, nada, ritme, dan struktur tulisan, kemudian mengedit atau menulis ulang untuk mendapatkan efek yang maksimal.

Gunakan Ilustrasi atau Narasi Cerita

"Dongeng lebih dari benar: Bukan karena mereka memberi tahu kita bahwa naga itu ada, tetapi karena mereka memberi tahu kita bahwa naga dapat dikalahkan." -- Neil Gaiman

Perhatikan bagaimana pesulap beraksi di depan penonton. Mereka selalu mengawalinya dengan cerita. Bahkan Limbad pun, yang selalu diam seribu bahasa sewaktu mempertontonkan trik sulapnya, juga bercerita lewat gerakan atau bahasa isyarat. Intinya, tak ada pesulap yang tidak bercerita.

Saat pesulap bercerita sambil melakukan trik di atas panggung, ada satu kata yang sering mereka ucapkan. Kata itu adalah "misalnya". Kata ini juga bisa kita gunakan untuk pada artikel kita agar bisa "bercerita".

istilah teknis yang membingungkan bisa kita perjelas dengan ilustrasi yang tepat, dengan menggunakan kata ajaib," misalnya". Untunglah bahasa Indonesia punya banyak padanan kata yang maknanya serupa: ambil contoh; misalnya; seperti, sebagai contoh, iIni berarti, dan beberapa padanan kata yang lainnya. Jadi tak perlu khawatir mengulang kata-kata yang sama.

Selain menggunakan kata-kata ajaib di atas, kita juga bisa menggunakan ilustrasi atau narasi kisah untuk menjelaskan istilah teknis. Misalnya kita bisa menjelaskan istilah ghosting dengan kisah singkat berikut ini:

Seminggu tak ada kabar apa pun darimu, lirik lagu Ellya Khadam langsung terngiang di kepalaku,

Kau pergi tanpa pesan

Ku nanti tiada datang

Di mana kau kini

Di mana kau kini

Aku tiada berkawan lagi                         

Aduh...! Aduh.!

Aduh. duh. duh.

Pada dasarnya, ketika kita mulai bercerita, otak pembaca akan menaruh perhatian dan terlibat kembali dalam tulisan. Semakin rinci dan deskriptif bahasa yang kita gunakan, semakin baik.

Dengan memberi contoh atau ilustrasi berupa sebuah cerita, kita tidak hanya akan membuat tulisan jadi lebih menarik dan lebih mudah dipahami, tetapi juga membuat tulisan kita jadi lebih berkesan. Menurut artikel di Forbes, "Psikolog kognitif Jerome Bruner mengatakan, kita 22 kali lebih mungkin untuk mengingat fakta ketika itu telah dibungkus dalam sebuah cerita."

Fokus Pada Pembaca

Sudut pandang adalah detail penting yang harus dipertimbangkan setiap pesulap. Saat melakukan trik sulap, Hendra tentu tidak ingin penonton tahu rahasia triknya.

Pesulap harus mempertimbangkan segalanya dari sudut pandang penonton. Apa yang mereka lihat, dan bagaimana detail yang mengungkap trik itu bisa disembunyikan dari pandangan.

Mirip dengan pesulap, penulis juga tampil untuk pembaca. Oleh karena itu, kita harus mencoba untuk melihat sesuatu dari perspektif mereka dan menyesuaikan tulisan kita untuk memaksimalkan pengalaman membaca mereka.

Pertimbangkan siapa target pemirsa kita dan melalui lensa apa mereka memandang tulisan kita. Ketahui apa yang mereka harapkan, dan penuhi harapan mereka atau kejutkan mereka.

Sebagai penulis, kita ingin menghibur dan menyenangkan pembaca, apa pun genre tulisan kita. Dengan memilih target pemirsa dan menulis dengan mempertimbangkan apa yang mereka inginkan, kita dapat memikat sekaligus meningkatkan pengalaman membaca mereka. Setiap individu akan merasa seolah-olah kita menulis untuk mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun