Suatu hari, Ibnu Sina (juga dikenal dengan nama Avisena) melakukan perjalanan dengan kuda kesayangannya. Di suatu tempat yang dianggap nyaman, ia berhenti untuk beristirahat.
Ibnu Sina mengikat kudanya di tempat yang sedikit teduh lalu memberi makan jerami yang dicampur rumput pilihan. Ibnu Sina tahu binatang itu tidak boleh dimusuhi bahkan disiksa. Harus disayang karena membantu manusia.
Usai memberi makan kudanya, Ibnu Sina duduk di tempat yang lebih teduh tak jauh dari tambatan kudanya. Dibukanya bekal yang ia bawa lalu memakannya.
Tiba-tiba datang seseorang pria menunggang keledai. Ia turun dan tanpa meminta ijin langsung mengikat keledainya berdekatan dengan kuda milik Ibnu Sina. Maksudnya agar keledainya bisa ikut memakan jerami dan rumput pilihan. Setelah itu pria tersebut duduk di tempat Ibnu Sina berada.
Ketika pria itu sedang menikmati bekalnya, Ibnu Sina mengingatkan, "Tolong, jauhkan keledaimu dari kudaku supaya tidak ditendang".
Pria itu menoleh ke arah Ibnu Sina, tersenyum sebentar lalu kembali meneruskan makannya.
Tiba-tiba, terdengar suara "plak", diikuti dengan ringkikan keledai. Apa yang dikhawatirkan Ibnu Sina benar terjadi, keledai milik pendatang baru itu ditendang kuda Ibnu Sina.
Melihat keledainya tersungkur tak berdaya, si pemilik langsung marah-marah dan meminta pertanggung jawaban. Namun Ibnu Sina hanya diam saja.
"Aku akan melaporkanmu ke hakim!" ancam pria tersebut.
Singkat cerita, Ibnu Sina dilaporkan ke hakim dengan tuduhan membiarkan kudanya menendang keledai hingga luka. Atas kelalaiannya itu, si pemilik keledai menuntut Ibnu Sina membayar kerugian yang dialaminya.
Di pengadilan, Hakim bertanya pada Ibnu Sina bagaimana kejadian yang sebenarnya. Tapi, dengan sikap sopan Ibnu Sina hanya diam saja. Sampai tiga kali sang hakim bertanya, Ibnu Sina memilih diam.
Hakim kemudian bertanya kepada orang yang mengadu, "Apakah ia bisu?"
"Tidak Yang Mulia. Di persinggahan ia bicara padaku," jawab pria tersebut.
"Apa yang ia katakan?" tanya hakim.
Pria itu menjawab, "Jangan dekatkan keledaimu, nanti ditendang kudaku."
Mendengar jawaban tersebut, sang Hakim tersenyum lalu menoleh ke arah Ibnu Sina yang juga ikut tersenyum.
"Anda ternyata pintar. Cukup diam dan kebenaran terungkap."
Dengan sikap hormat, Ibnu Sina akhirnya berbicara pada hakim, "Yang Mulia, tidak ada cara lain menghadapi orang bodoh selain dengan diam. Dan kebenaran akan menunjukkan jalannya sendiri. Itulah kenapa sebabnya kenapa saya memilih diam saat Yang Mulia bertanya."
Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam" (HR. Bukhari)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H