Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Sejarah Catur, dari Tragedi Perang hingga Miniseri "The Queen's Gambit"

25 Maret 2021   08:18 Diperbarui: 25 Maret 2021   08:31 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Catur menjadi bukti kecerdikan, kreativitas, dan kejeniusan manusia dari jaman ke jaman (ilustrasi: unsplash.com/Carol Jeng)

Permainan Catur Berawal dari Tragedi Perang

Sejarah catur dipenuhi banyak drama kehidupan, tragedi dan inovasi. Permainan strategi perang ini berawal ketika seorang pangeran muda dari kekaisaran Gupta tewas dalam sebuah pertempuran di medan perang pada abad ke-6.

Saudara pangeran tersebut melaporkan tragedi itu ke ibunya yang tengah berduka. Sebagai pelengkap cerita sekaligus ilustrasi jalannya peperangan, saudara pangeran itu kemudian menempatkan beberapa potongan kayu dengan berbagai bentuk di sebuah papan astapada 8x8.

Di kalangan bangsawan dan anggota kerajaan, papan astapada sudah lama digunakan untuk permainan. Namun penggunaan potongan kayu atau bidak untuk mewakili kekuatan yang bertikai menghasilkan permainan baru, yang kemudian disebut chaturanga, dari bahasa Sansekerta yang artinya "Empat Divisi".

Aturan chaturanga tidak jauh berbeda dengan permainan catur masa kini. Setiap jenis bidak tertentu memiliki pergerakan yang berbeda, dan tujuan permainan adalah untuk mematikan raja lawan.

Permainan ini kemudian menjadi populer dan menyebar hingga ke wilayah kekaisaran Persia. Dari sinilah asal mula kata "chess" dan "checkmate" berasal. Chess berasal dari bahasa Persia "Shah" yang artinya raja, sedangkan checkmate berakar dari kata "Shah Mat" yang artinya "raja yang tidak berdaya". Bahasa Indonesia lebih memilih akar kata sansekerta, yakni chaturanga yang kemudian menjadi catur, sedangkan istilah skakmat diturunkan dari kata checkmate . 

Penyebaran Catur Dari Arab Hingga Eropa

Penaklukan Islam atas Persia pada abad ke-7 membawa permainan ini ke dunia Arab. Segera saja catur menjadi permainan populer di kalangan bangsawan Arab. Mereka menggunakan permainan ini untuk membahas kekuatan politik hingga merencanakan strategi penaklukan. Namun, catur kemudian dilarang oleh Khalifah karena bidak catur saat itu dianggap merepresentasikan berhala dan permainannya sendiri mendorong adanya perjudian.

Para pedagang dan diplomat Arab kemudian membawa permainan ini ke berbagai tempat di seluruh dunia melalui Jalur Sutra. Penyebaran permainan ini memungkinkan adanya berbagai variasi catur, terutama di wilayah Asia Timur. Seperti variasi Jepang yang disebut Shogi memungkinkan pemain untuk menggunakan kembali bidak yang ditangkap secara bergantian.

Aturan permainan catur yang sedikit modern seperti sekarang mulai digunakan di wilayah Eropa sejak 1000 Masehi. Karena banyak bangsawan yang gemar bermain catur, permainan ini akhirnya menjadi mata pelajaran wajib dalam pendidikan di istana.

Semakin lama, catur menjadi semakin populer dan banyak dimainkan warga dari berbagai lapisan. Tidak hanya bangsawan dan kalangan istana saja, rakyat jelata juga sudah mulai mengenal permainan strategi perang ini.

Catur Jadi Permainan Terlarang

Keadaan ini membuat kalangan moralis Gereja menjadi gelisah. Mereka berpendapat bahwa terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk bermain catur sehingga mengurangi waktu untuk Tuhan. Kardinal Damiani dari Ostin melarang permainan catur dan mengeluh pada Paus perihal banyaknya umat yang memilih bermain catur daripada beribadah.  Pada 1125, John Zonares dari gereja Ortodoks Timur menyatakan catur sebagai semacam pesta pora dan melarangnya. Pada tahun 1195, Rabbi Maimonides menyebutnya sebagai dosa.

Pengaruh kalangan moralis gereja membuat Raja Louis IX dari Prancis melarang permainan catur pada tahun 1254, serta menyebutnya 'tidak berguna' dan 'membosankan'. Pada 1380, pendiri Universitas Oxford, William of Wickham, melakukan hal yang sama.

Pada abad ke-15, aturan yang akrab saat ini diadopsi secara universal oleh para pemain catur. Bidak yang awalnya dikenal sebagai penasehat berubah menjadi ratu yang lebih kuat. Kemungkinan besar perubahan peran bidak ini dipengaruhi oleh banyaknya pemimpin wanita di Eropa (saat itu ada lebih banyak ratu di kerajaan-kerajaan Eropa dibandingkan raja).

Bidak catur dari abad ke-12 koleksi National Museum of Scottland (sumber: wikimedia commons)
Bidak catur dari abad ke-12 koleksi National Museum of Scottland (sumber: wikimedia commons)

Seiring berjalannya waktu, para pemain catur mulai menulis risalah yang menganalisis langkah pembukaan dan langkah skakmat yang biasa digunakan. Ini adalah awal dari munculnya teori catur.

Saat Mesin Superkomputer Catur Mengalahkan Manusia

Pada abad ke-19 dan ke-20, kompetisi internasional catur mulai diselenggarakan. Panggung internasional tersebut juga membawa bumbu intrik geopolitik ke dalam permainan. Selama Perang Dingin, Uni Soviet menghabiskan banyak sumber daya untuk melatih bakat catur baru untuk mendominasi kejuaraan catur dunia. Uni Soviet seolah ingin menegaskan keunggulan intelektual mereka atas negara lain.

Satu-satunya yang bisa mengalahkan dominasi pecatur Uni Soviet adalah mesin. Pada 1997, mesin superkomputer bernama Deep Blue yang dirakit IBM berhasil mengalahkan juara dunia catur Gary Kasparov. Sejak itu, secara berkala superkomputer selalu mengalahkan grandmaster catur manapun.

Catur seolah menjadi permainan abadi. Di saat permainan lain mulai hilang ditelan jaman, catur tetap dimainkan oleh siapa saja di dunia ini. Catur terus menjadi bukti kecerdikan, kreativitas, dan kejeniusan manusia.

The Queen's Gambit, Penjual Catur di Era Digital

Puncak popularitas catur boleh dikatakan terjadi saat ini. Pandemi Covid-19 yang memaksa setiap orang untuk berdiam diri di rumah membuat catur menjadi permainan yang paling banyak dimainkan di rumah dan situs-situs permainan online.

Tak hanya karena efek pandemi, melesatnya popularitas catur beberapa bulan terakhir lebih banyak dipengaruhi efek film The Queen's Gambit. Miniseri tujuh episode yang dirilis oleh Netflix pada akhir Oktober 2020 menceritakan kisah anak perempuan yatim piatu yang gemar bermain catur dan tumbuh di dunia catur kompetitif yang didominasi pria pada 1950-an dan 60-an. 

The Queen's Gambit (Netflix melalui npr.com)
The Queen's Gambit (Netflix melalui npr.com)

Sejak dirilis, The Queen's Gambit menjadi miniseri terlaris dan paling banyak ditonton di Netflix. Popularitasnya bisa diterjemahkan ke dalam kueri penelusuran di Google untuk "catur" kira-kira tiga kali lipat sejak pertunjukan tersebut ditayangkan. Tak hanya itu, dilansir dari npr.com, pembuat gim Goliath Game melaporkan peningkatan penjualan perangkat catur sebesar 1.048% selama bulan November, tak lama setelah The Queens Gambit tayang perdana. Sedangkan menurut beberapa outlet berita, penjual Amazon kehabisan stok perangkat catur dan situs catur online chess.com mendapatkan 100.000 pendaftaran baru setiap hari.

Kisah Dewa Kipas Mengakali GothamChess

Di Indonesia, popularitas catur belakangan ini melonjak bukan karena efek miniseri The Queen's Gambit karena hanya kalangan tertentu saja yang bisa menikmati tayangan ini. Melainkan karena kisah Dewa Kipas alias Dadang Subur. Di situs catur profesional chess.com, Dewa Kipas berhasil mengalahkan GothamChess alias IM Levy Roman. Pendukung GothamChess tidak terima dengan kekalahan idolanya itu dan menuduh Dewa Kipas curang. Mereka pun ramai-ramai melaporkannya ke chess.com hingga berujung pada pemblokiran akun Dewa Kipas.

Masyarakat Indonesia memang suka drama, apalagi bila ada tokoh yang dianggap dizolimi. Usai pemblokiran tersebut, netizen Indonesia ramai berdebat apakah Dewa Kipas memang benar-benar jago catur, atau kemampuannya bermain catur itu banyak dibantu mesin komputer seperti yang dituduhkan pendukung GothamChess.

Untuk membuktikannya, pecatur profesional Women Grand Master (WGM) Irene Kharisma menantang Dewa Kipas bertarung. Tantangan ini akhirnya difasilitasi Deddy Corbuzier dan disiarkan langsung di kanal YouTube-nya. Hasilnya seperti yang sudah kita ketahui, Dewa Kipas menyerah di tangan Bidadari Angin Ribut, eh maaf, WGM Irene Kharisma.

***

Sumber:

1. R. Herbert et.al. Revisiting the History of Chess.

2. Alex Gendler. A Brief History of Chess

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun