Sekalipun kompetisinya terhenti sementara akibat pandemi Covid-19, sepakbola Indonesia masih mampu menjadi magnet investasi. Selama masa pandemi Covid-19, tercatat ada tiga klub sepakbola Indonesia yang mendapat suntikan dana dari investor baru.
Dari PSG hingga Dewa United
Pertama, ada Putra Sinar Giri. Klub yang berkompetisi di Liga 2 ini pindah home base ke Kabupaten Pati usai diakuisisi oleh Wakil Bupati Pati, Saiful Arifin. Namanya pun berubah menjadi Putra Safin Grup (PSG).
Mungkin terinspirasi dari klub kaya raya Paris Saint German, logo klub ini juga hampir meniru logo PSG yang asli. Sebelumnya, di Kabupaten Pati sendiri sudah ada klub tradisional Persipa Pati yang berjuang di kompetisi kasta ketiga. Kehadiran PSG memunculkan suara-suara sumbang bernada kecewa karena wakil bupati Saiful Arifin memilih untuk memboyong klub luar daripada mengembangkan klub asli daerahnya.
Selain PSG Pati, Liga 2 juga diwarnai kehadiran klub sepakbola Dewa United. Nama klub ini baru muncul usai mengakuisisi kepemilikan klub Martapura FC. Dewa United sebenarnya nama klub fun football yang didirikan sebagai ajang silaturahmi, bukan untuk berkompetisi resmi. Setelah mengakuisisi, Dewa United kemudian memindahkan home base-nya, dari Martapura ke Tangerang meskipun hingga saat ini ditolak oleh klub tradisional Persita Tangerang.
Persis Solo, Anak Emas Baru Sepakbola Indonesia
Meskipun hanya kasta kedua, klub-klub di Liga 2 ternyata menarik untuk dilirik investor. Yang terbaru dan sedang hangat menjadi perbincangan suporter sepakbola Indonesia adalah akuisisi klub Persis Solo oleh Kaesang Pangarep. Putra bungsu Presiden Jokowi ini bahkan menjadi pemegang saham mayoritas dengan 40% saham. Dengan saham sebesar itu, Kaesang Pangarep akhirnya ditunjuk menjadi Direktur Utama PT. Persis Solo Saestu (PSS), manajemen yang membawahi klub Persis Solo.
Perpindahan kepemilikan klub sepakbola sebenarnya hal yang biasa saja dalam bisnis olahragara. Namun menjadi tidak wajar apabila yang mengakuisisi adalah pihak yang rawan memiliki konflik kepentingan.
Pada diri Kaesang Pangarep, melekat identitas anak presiden. Identitas inilah yang dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial pada klub-klub sepakbola lainnya.
Istimewanya Persis Solo seolah semakin lengkap dengan kehadiran Erick Thohir. Menteri BUMN yang pernah menjadi presiden klub sepakbola Inter Milan ini memiliki 20% saham. Sebagai "kompensasi", putra Erick Thohir, Mahendar Agakhan Thohir, ditunjuk sebagai Presiden Komisaris PT. PSS.
Aroma istana yang ada di dalam klub Persis Solo dikhawatirkan akan membuat klub ini menjadi anak emas baru di jagad sepakbola Indonesia.
Maklum, iklim sepakbola tanah air masih jauh dari tatanan fair play. Klub-klub besar (dan kaya) sering mendapat perlakuan istimewa dari pengadil di lapangan, juga dari otoritas sepakbola kita sendiri.
Kaesang sepertinya tidak terlalu khawatir dengan potensi konflik kepentingan yang dapat terjadi. Tekadnya sudah pasti, membawa Persis Solo promosi ke Liga 1, kasta tertinggi sepakbola Indonesia.
"Komitmen dari saya, Persis Solo Liga 1 harga mati," ujar Kaesang dikutip dari Bolasport, Sabtu (20/3).
Bila tekad itu terpenuhi, kelompok suporter Pasoepati yang selama ini setia mendukung Persis Solo niscaya akan mengalami dilema, dan mungkin pula bakal terbelah dua. Pasalnya, di Liga 1 sudah ada klub Bhayangkara Solo FC yang baru saja memilih Solo sebagai home base-nya.
Perpindahan ini bahkan mendapat dukungan dari walikota Solo yang baru terpilih, Gibran Rakabuming, yang tak lain kakak Kaesang Pangarep. Secara khusus, Gibran meminta Pasoepati bersedia mendukung Bhayangkara Solo FC.
Politik Dinasti di Sepakbola Indonesia?
Sampai sekarang, Kaesang Pangarep maupun Erick Thohir sendiri tidak mengungkapkan apa yang mendasari mereka mengakuisisi Persis Solo, di saat kompetisi sepakbola Indonesia terhenti akibat pandemi. Saya yakin, motivasinya bukan perkara bisnis belaka. Menjadi pemilik klub di Indonesia itu harus siap merugi karena siapa pun tahu, tidak ada klub sepakbola Indonesia yang bisa mendapat keuntungan besar dari sepakbola. Bahkan hampir semua manajemen klub menggantungkan biaya operasional selama menjalani kompetisi dari subsidi PSSI dan sponsor.
Apakah Kaesang dan Erick Thohir hendak membawa politik dinasti ke kancah sepakbola tanah air, atau hanya menjadikan Persis Solo sebagai kendaraan politik Kaesang? Waktu yang akan menjawabnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H