"Eh, nanti jadi datang ke pengajian di masjid kan?"
"In syaa Allah..."
"Besok kamu jadi berangkat ke Jakarta?"
"In syaa Allah..."
"Jangan lupa ya nanti datang ke rumah."
"In syaa Allah."
Betapa seringnya kita mengucapkan "in syaa Allah", sekaligus seringkali pula kita menyalahgunakan fungsinya. Kata "in syaa Allah" secara harfiah artinya "jika Allah berkehendak" atau "jika Allah menghendaki".
Sebagai manusia, kita hanya bisa berusaha. Sedangkan yang membuat segala sesuatunya dapat terjadi adalah atas kehendak Allah.
Dalam penggunaannya, kata "in syaa Allah" memiliki 2 fungsi yang benar, dan 1 fungsi yang salah:
1. Fungsi yang Benar: Untuk Menekankan Kepastian
Fungsi yang benar dari penggunaan kata "in syaa Allah" yang pertama adalah untuk menekankan kepastian. Rasulullah SAW bersabda dalam saat ziarah ke pemakama Baqi,
"Dan kami 'in syaa Allah' akan menyusul kalian (wahai penghuni kuburan)" (HR. Muslim).
Setiap yang bernyawa di muka bumi ini pasti akan mati. Setiap manusia pasti akan meninggal. Jadi melalui hadis tersebut bisa kita pahami bahwa salah satu fungsi yang benar dari penggunaan kata in syaa Allah adalah untuk menekankan sebuah kepastian.
Dalam Al Quran, Allah berfirman menggunakan kata "in syaa Allah" juga untuk menekankan kepastian akan janji-Nya.
"Sungguh Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram 'in syaa Allah' (jika Allah menghendaki) dalam keadaan aman" (QS. Al Fath: 27).
Menurut asbabun nuzulnya, sebelum perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah SAW bermimpi bahwa beliau dan para sahabatnya memasuki Masjidil Haram dengan aman tanpa gangguan dari orang-orang Quraisy, dengan sebagian mereka meggundul rambut dan sebagian memendekkannya. Nabi kemudian menceritakan mimpinya dan mengatakan peristiwa dalam mimpinya itu akan terjadi.
Cerita mimpi Nabi ini kemudian tersiar di kalangan orang-orang munafik serta orang-orang Yahudi dan Nasrani. Setelah terjadi "Perjanjian Hudaibiyah" dan waktu itu kaum muslimin tidak sampai masuk Mekkah, orang-orang munafik lantas memperolok-olokkan Nabi dan mengatakan mimpi Nabi itu suatu kebohongan. Allah kemudian menurunkan ayat ini untuk menjawab olok-olok kaum munafik yang menyatakan peristiwa itu akan menjadi kenyataan pada tahun yang akan datang.
2. Fungsi yang Benar: Untuk Menyatakan Kesungguhan dan Menunjukkan Sikap Tawakal
Fungsi yang benar dari kata "in syaa Allah" berikutnya adalah untuk menunjukkan sikap tawakal. Kita mengucakan "in syaa Allah" untuk menyatakan adanya usaha atau kesungguhan, sekaligus bersikap menyerahkan keberhasilan pelaksanaannya di tangan Allah.
Misalnya, kita sudah terdaftar untuk melaksanakan ibadah haji tahun ini. Kemudian ketika ada yang bertanya kapan berangkatnya, kita menjawab "In syaa Allah tahun ini berangkat haji".
Apabila kita jadi berangkat, tak lain itu karena Allah semata. Apabila kita gagal berangkat, seperti pada ibadah haji tahun kemarin yang di banyak negara tertunda karena pandemi Covid-19, itu juga karena kehendak Allah.
Fungsi yang Salah: Untuk Menghindari atau Senjata Penolakan
Lebih seringnya, kata "in syaa Allah" kita gunakan sebagai senjata untuk melarikan diri atau menolak. Misalnya saat kita diundang ke sebuah acara, namun sebenarnya hati kita enggan atau tidak mau hadir, maka kita pun sering berkata, "in syaa Allah".
Atau tatkala kita dimintai bantuan, namun karena tidak berkenan membantu atau merasa tidak enak hati apabila menolak langsung, maka dengan mudahnya kita berlindung di balik kata "in syaa Allah".
Inilah fenomena yang menyedihkan tatkala perkataan "in syaa Allah" yang seharusnya untuk menyatakan kesungguhan malah digunakan untuk menolak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H