Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Profesi Guru Al Quran Sering Kita Anggap Remeh?

15 Januari 2021   08:34 Diperbarui: 15 Januari 2021   08:36 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita seringkali tanpa sadar meremehkan guru Al Quran yang sudah mengajari anak-anak kita mengaji Al Quran (dokpri)

Ustaz Sobri melangkah masuk ke dalam rumah mewah itu dengan hati-hati. Telapak kakinya menapak perlahan, seolah takut terpeleset di lantai marmer yang mengkilat bak kaca baru dibersihkan.

Sang tuan rumah, seorang pengusaha kaya raya kemudian mempersilahkan ustaz Sobri untuk duduk di kursi sofa besar yang sangat empuk. Saking empuknya, ustaz Sobri merasa pantatnya seperti tenggelam ke dasar sofa.

"Jadi, Ustaz mau mengajar Al Quran pada anak saya kan?" tanya tuan rumah.

"Insyaa Allah," jawab ustaz Sobri.

"Terus, berapa saya harus membayar Ustaz?"

Biasanya, Ustaz Sobri akan memberi jawaban "Seikhlasnya". Tapi, kali ini tidak. Ustaz Sobri ingin membalikkan persepsi masyarakat tentang guru Al Quran yang selama ini diremehkan dengan berlindung di balik kata "ikhlas".

"Putra Bapak ikut les matematika atau bahasa Inggris?" tanya Ustaz Sobri.

"Ustaz ini ada-ada saja. Tentu saja anak saya ikut les matematika, bahasa Inggris, bahkan semua mata pelajaran di sekolahnya. Memangnya kenapa Ustaz?"

"Tidak apa-apa. Kalau begitu, samakan biaya pelajaran mengaji putra bapak ini dengan biaya les matematika atau bahasa Inggris yang diikutinya," kata Ustaz Sobri.

"Heh, Ustaz tahu berapa biaya les bahasa Inggris anak saya? Empat juta per bulan! Masak untuk biaya mengaji saya juga harus membayar empat juta?" kata tuan rumah dengan nada tinggi, tidak percaya mendengar permintaan Ustaz Sobri.

Menanggapi pertanyaan tuan rumah, Ustaz Sobri hanya tersenyum.

"Benar pak. Kalau Bapak sanggup membayar biaya les bahasa Inggris putra bapak sebesar empat juta, mengapa bapak tidak sanggup membayar gaji guru Al Quran putra bapak dengan nilai yang sama?

Sang tuan rumah terdiam sejenak mendengar pertanyaan Ustaz Sobri. Ia mendengar kata-kata yang tampaknya benar.

"Tapi, bukankah semestinya mengajar Al Quran, mengajarkan firman-firman Allah harusnya dilandasi dengan rasa ikhlas melakukan amal ibadah untuk menyebarluaskan dakwah dan syiar Islam? Bukankah saya justru akan merusak amal Ustaz bila saya membayar bapak?"

"Bapak benar lagi. Berdakwah harusnya dilandasi dengan keikhlasan dalam rangka syiar Islam. Tapi, bapak melupakan satu hal, bahwa pendakwah, termasuk saya yang mengajarkan Al Quran pada putra bapak ini juga manusia. Ada kebutuhan hidup yang harus saya penuhi. Dan itu, rasanya tidak cukup terpenuhi dengan sebuah kata 'ikhlas'" kata Ustaz Sobri sambil tersenyum.

"Tapi, masak untuk belajar Al Quran saja Ustaz mematok biaya sampai segitu? Cuma mengaji lho ini Ustaz," kata sang tuan rumah yang orang kaya itu masih ngotot menawar.

"Lho, justru karena putra bapak belajar Al Quran itulah saya mematok biaya yang tinggi, setidaknya sama dengan biaya les bahasa Inggrisnya. Sekarang coba bapak pikir, lebih bermanfaat mana, belajar Al Quran atau les bahasa Inggris?"

"Yah, kalau sekarang sih lebih bermanfaat les bahasa Inggris, Ustaz. Soalnya saya berencana menyekolahkan anak saya ke luar negeri," jawab tuan rumah.

"Benar. Dalam jangka waktu dekat les bahasa Inggris putra bapak akan terasa manfaatnya. Tapi, dalam jangka waktu panjang dan abadi, belajar Al Quran jelas lebih banyak manfaatnya. Di akhirat nanti, Al Quran bisa menjadi penolong bagi siapa saja yang membacanya, apalagi menghafalnya. Setiap satu huruf di Al Quran yang kita baca, diganjar Allah dengan 10 pahala kebaikan. Nah jika demikian halnya, menurut bapak mana yang lebih pantas dihargai mahal?"

Sang tuan rumah terdiam, merenungi setiap ucapan Ustadz Sobri. Lama tidak terdengar satu suara pun di antara kedua orang tersebut, kemudian sambil tersenyum sang tuan rumah menyalami Ustaz Sobri dan berkata,

"Ustaz benar, sangat benar. Maafkan saya yang sudah meremehkan profesi guru Al Quran seperti Ustaz. Sekarang, saya tidak ragu lagi untuk membayar Ustaz, berapa pun yang Ustaz minta. Agar anak saya bisa belajar Al Quran dengan baik dan benar."

***

Dengan berlindung di balik kata "ikhlas", kita seringkali tanpa sadar meremehkan guru Al Quran, yang sudah mengajari kita dan anak-anak kita mengaji Al Quran dengan baik dan benar. Kita seolah merasa berat untuk mengeluarkan biaya yang sepantasnya bagi guru-guru Al Quran. Namun dengan sangat murah hati bersedia mengeluarkan uang berapapun untuk membayar biaya les mata pelajaran sekolah atau kursus-kursus keterampilan.

Kita seringkali "menghibur" para guru Al Quran dengan kata "ikhlas". Dengan berlindung di balik kata 'ikhlas' pula, kita membayar jerih payah guru mengaji kita dengan sebuah kalimat, "Saya berdoa mudah-mudahan Allah membalas kebaikan bapak berlipat ganda."

Apakah seremeh itu profesi guru Al Quran di mata kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun