Rugi kalau saat kuliah kamu tidak ikut pers mahasiswa. Selain menambah ilmu tulis menulis dan jurnalistik, aktif di pers mahasiswa bisa membuatmu jadi sosok yang tahan banting dan pasangan terbaik bagi siapapun yang sedang mencari jodoh.
Aku bicara ini bukan tanpa fakta. Baik istriku sekarang maupun aku sendiri, dulu sama-sama ikut pers mahasiswa. Benih-benih cinta kami pun mulai tumbuh saat aktif mengelola majalah fakultas. Dan, sampai sekarang rumah tangga kami baik-baik saja hingga dikaruniai dua anak yang beranjak dewasa.
Sewaktu memasuki bangku kuliah untuk pertama kali, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang pertama kali kuikuti adalah Pers Mahasiswa (persma). Bukan tanpa alasan jika aku  lebih memilih UKM ini dibanding beberapa UKM lainnya yang ada di kampus. Sejak SMA, aku memang menyukai jurnalistik dan aktif di ekstrakurikulernya.
Di kampus, pers mahasiswa yang kuikuti belum sebesar dan sekondang Balairung atau Bulaksumur di UGM. Ya harap maklum, berhubung fakultasku masih bayi, otomatis pers mahasiswanya pun baru lahir pula.
Kebanyakan mahasiswa yang ikut persma di fakultasku adalah jomlo yang sering meratapi nasib. Dari yang resah karena tak juga laku sampai yang sering curhat mengenai gebetan yang hobi tarik-ulur, tak kunjung memberi kepastian.
Menurut pengamatanku, anak persma sering kalah pamor dengan mahasiswa pencinta alam (Mapala) yang terlihat sangar, macho dan gemar berpetualang. Anak persma juga sering minder jika dibandingkan dengan anak BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang tampak elit dan bermasa depan cerah. Mereka juga kalah keren dibandingkan anak Rohis (Kerohanian Islam) yang didominasi pemuda-pemudi soleh dan solehah calon menantu idaman.
Apa sebabnya?
Mungkin karena kami terlalu akrab dengan tenggat waktu berita, jadi kami lebih sibuk menulis dan menyunting artikel. Sampai-sampai kami lupa mengakrabi hal lain yang tak kalah urgen dengan perkuliahan: masalah jodoh dan mencari pasangan.
Kami lebih takut disemprot senior karena artikel yang tak kunjung disetor daripada disemprot pasangan karena lupa janjian.
Anak persma memang selalu identik dengan menulis. Bukankah yang suka menulis itu selalu menarik?
Lihat saja Cinta dalam film Ada Apa Dengan Cinta. Ia pernah dibuat galau, tergila-gila, bahkan rela di-PHP 12 tahun oleh Rangga, si misterius yang gemar menulis puisi. Masih ingat pula kutipan dari Pramudya Ananta Toer?
Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis, suaramu abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.
Kami mungkin tak semisterius dan memesona seperti Rangga yang diperankan dengan gantengnya oleh Nicholas Saputra. Namun, ada banyak hal yang menjadi kelebihan anak-anak persma yang tak bakal kamu temui dalam pribadi mahasiswa lainnya. Berikut beberapa kelebihan mahasiswa yang aktif di persma:
Anak Persma Romantis dengan Sejuta Kalimat Rayuan
Di persma manapun, para senior pasti selalu bersabda, "Banyak-banyaklah membaca!".Â
Tak heran apabila kami menjadi kutu buku. Bacaan kami begitu luas, termasuk sastra. Hal ini membuat kami memiliki referensi kalimat rayuan yang begitu banyak.
Walau tak segombal Sitok Srengenge atau Gabriel Garcia Marquez, rayuan kami dijamin mampu membuat siapapun incaran kami terbang ke awang-awang:
Kau hanya melihat satu pohon saja.Tidak melihat seluruh hutan. Jangan pertanyakan berapa banyak rinduku padamu, jelajahi seluruhnya, maka kau akan dapatkan jawabannya.
Hujan tak juga reda, seseorang yang biasa kusebut 'aku' saat berbicara denganmu, sedang melamun di balik jendela, berharap kau menyapa, sebelum rindunya kadaluarsa.
Dua kutipan rayuan diatas hanya sedikit contoh dari sekian banyak rayuan puitis yang bisa dibuat anak persma.
Anak Persma Terlatih Ditolak
Seperti judul lagu milik The Rain, 'Terlatih Patah Hati', kami juga terlatih untuk ditolak. Terlatih ditolak sama dengan pantang menyerah. Bayangkan, sudah membuat tulisan yang kami pikir bagus sekali namun kemudian ditolak redaktur dan dikembalikan untuk diperbaiki.
Apakah kami menyerah?
Tentu saja tidak!
Kami akan memperbaiki tulisan tersebut dengan tabah. Nah, kalau ditolak redaktur saja sudah biasa, apalagi ditolak gebetan.
Anak Persma Tahan Banting dalam Keadaan Apapun
Mengejar deadline saat tugas dari dosen menumpuk? Sudah Biasa.
Tulisan dikembalikan redaktur? Sudah Biasa.
Di-PHP narasumber? Sudah biasa.
Susahnya menemukan percetakan bagus yang sesuai dengan dana? Sudah biasa.
Atau mungkin terancam dimusuhi dosen dan pejabat rektorat karena terlalu keras mengkritik? Kami sudah menganggapnya sebagai angin lalu.
Karena terbiasa dengan semua itu, anak persma akhirnya punya mental tahan banting. Bisa dipastikan pula, anak persma juga akan menjadi pasangan yang baik dan setia menemani dalam keadaan sesulit apapun.
Berteman dengan anak persma dapat membuatmu bertambah pintar
Seperti yang kusampaikan sebelumnya, anak persma wajib hukumnya banyak membaca. Karena banyak membaca, wawasan kami luas dan bisa diajak bicara apa saja. Mulai dari isu terkini, sastra, filsafat, sampai gosip emak-emak di media sosial.
Seru kan kalau hari-harimu bersama anak persma diisi dengan diskusi yang berkualitas? Tidak sekedar omong kosong rayuan, atau malah berbuat yang bukan-bukan. Selain itu kamu juga bisa bertambah pintar, karena ketularan virus membaca dari anak persma.
Terakhir: Kami terbiasa jujur.
Alasannya sederhana saja: Nulis berita saja harus jujur, apalagi sama pasangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H