Dalam budaya populer orang Barat, Koala (Phascolarctos cinereus) biasanya digambarkan sebagai sesuatu yang polos dan menyenangkan untuk dipeluk. Bentuk tubuh dan wajahnya memang imut, lucu dan menggemaskan. Wajar jika anak-anak suka dengan koala, tak hanya dalam bentuk boneka. Sayangnya, koala bukan jenis hewan yang bisa dijadikan peliharaan. Habitat koala tidak cocok dengan lingkungan pinggiran kota. Malah, di Australia memelihara koala termasuk pelanggaran hukum.
Koala adalah hewan berkantung (marsupial) endemik Australia. Hidupnya tergantung sepenuhnya dari daun eukaliptus, satu-satunya tanaman yang bisa dimakannya. Setiap hari, seekor koala dewasa memakan sekitar 500 gram daun eukaliptus, mengunyahnya sampai menjadi pasta yang halus sebelum menelannya. Sebuah senyawa dalam hati koala dapat memisahkan bahan beracun yang ada di daun eukaliptus dan siap untuk dibuang menjadi kotoran.
Hidup koala hanya terdiri dari tiga aktivitas: Makan, tidur, buang air besar. Dalam 24 jam, koala bisa menghabiskan 18-20 jam di antaranya hanya untuk tidur.
Koala memang bukan hewan paling produktif di dunia. Mereka tidak melakukan banyak hal sepanjang hari. Namun, dengan rutinitas seperti itu, koala tahu bagaimana menjalani kehidupan yang cukup menyenangkan. Mereka melakukan apa yang berhasil untuk mereka, dan hanya itu yang mereka pedulikan. Kita pun bisa belajar dari gaya hidup koala ini.
Tidur terus sepanjang hari?
Tentu saja bukan. Tapi, ada beberapa bagian dari kehidupan koala yang dapat kita pelajari tentang bagaimana menjalani kehidupan yang bermakna.
Optimalkan Rutinitas Harian Kita untuk Bekerja
Bersantai. Selama beberapa menit, berhentilah memedulikan politik, uang, dan hal lain yang mungkin ada di pikiran kita saat ini. Duduk dan nikmati hidup.
Intinya, itulah yang dilakukan koala sepanjang hari. Mereka tidak khawatir tentang apa pun yang tidak bermakna atau penting. Mereka tidak peduli dengan pendapat koala lain. Mereka juga tidak mencoba beradu argumen politik (memangnya dunia koala ada politik?).
Beberapa hari ini, saya mencoba meniru gaya hidup koala tersebut. Saya jarang menengok grup-grup WhatsApp. Kalau ada informasi penting dan perlu dikomentari, itu pun seperlunya saja. Saya mencoba untuk tidak memedulikan riuh rendah dunia politik tanah air, atau informasi-informasi yang tidak jelas sumbernya.
Hasilnya, produktivitas saya malah meningkat tajam. Saya bisa menulis 2-3 artikel setiap hari. Di luar itu, saya masih dapat mengajar ngaji di rumah, menjadi pengurus Dewan Masjid Indonesia tingkat Kelurahan, memberi bimbingan online menulis dan mentoring UMKM. Ditambah, saya masih punya waktu untuk merawat satu-satunya orangtua yang masih ada.
Jadi, jika kita ingin menjalani kehidupan yang jauh lebih baik, jangan khawatir tentang rutinitas atau kebiasaan orang lain. Fokus saja pada diri kita sendiri, dan segala sesuatu akan jatuh pada tempatnya.
Selalu Siap Menolong Siapa pun yang Membutuhkan
Bayi koala berukuran sangat kecil, kira-kira seukuran jempol kaki manusia dewasa. Ketika lahir, bayi koala tidak memiliki rambut, telinga, dan buta sama sekali.
Selama beberapa bulan pertama dalam hidup mereka, bayi koala tinggal di dalam kantong ibunya sampai tubuh mereka berkembang dan siap untuk menjelajahi dunia luar. Meski sudah mampu keluar dari kantong induknya, bayi koala tetap menempel pada induknya dan berpindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain.
Seperti kebanyakan induk hewan darat lainnya, koala sangat protektif terhadap anak-anaknya. Ketika bayi mereka buta, belum berbulu dan takut keluar dari kantungnya, induk koala bekerja keras untuk memastikan bayinya dapat bertahan dan berkembang selama beberapa bulan pertama kehidupannya.
Inilah pelajarannya. Pertimbangkan untuk memberikan uluran tangan setiap kali kita melihat seseorang mengalami kesulitan. Tetaplah di sisinya, dan tanyakan apakah ada yang dapat kita lakukan untuk membuat hidup mereka sedikit lebih mudah. Seperti yang pernah dikatakan filsuf Romawi Seneca:
Di mana pun ada manusia, selalu ada kesempatan untuk (berbuat) kebaikan.
Jadilah orang yang baik dan membantu orang lain saat mereka sangat membutuhkannya. Karena setiap kali kita menghadapi masa-masa sulit di waktu nanti, kemungkinan besar mereka akan membalasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H