***
Dari luar, rumah besar itu terlihat kosong, tapi sebenarnya tidak. Sesekali ada seorang perempuan yang terlihat menyapu halaman dan mengepel lantai rumah. Ada pula seorang satpam yang setiap malam terkantuk-kantuk melihat tayangan televisi di dalam pos yang ada di tepi pintu pagar halaman.
Di akhir pekan, rumah itu ramai kedatangan beberapa anak muda berpakaian necis. Deretan kendaraan mewah diparkir di halaman rumah yang luasnya dapat dibangun 2 rumah bersubsidi.
Pada suatu pagi, seorang bapak tua melintasi rumah besar itu. Pakaiannya lusuh, dan sebuah kantong plastik besar digelantungkan di pundaknya.
Dengan sabit, bapak tua itu mengorek tempat sampah di pojok luar rumah di balik dinding setinggi dua meter yang membentengi rumah mewah tersebut. Berharap ada barang berharga yang dapat ditemukan, atau setidaknya ada sampah-sampah plastik yang bisa ia tukarkan di pengepul.
Sejenak, ditatapnya rumah besar itu. Pikirannya melayang membayangkan dirinya tinggal di rumah mewah.
"Andai aku yang tinggal di situ, akan kuajak semua keluargaku dan juga teman-teman sesama pemulung yang kini tinggal di bedak-bedak pinggir rel, yang hanya cukup untuk berselonjor kaki yang bergetar dan kadang ambruk kalau ada kereta Argo Bromo melintas secepat kilat. Andai aku..."
Lamunannya mendadak terputus oleh gongongan anjing yang bersahutan. Tiga Doberman dan satu Bulldog menyalak bergantian dari balik pagar beton.
Kaget, bapak tua itu berjalan cepat hampir berlari, membawa serta khayalannya tentang rumah mewah.
***
Seorang anak kecil berlari menuju sebuah mobil mewah di saat lampu merah di perempatan jalan menyala. Dengan alat musik "kecrek" dari tutup botol bekas, anak itu menyanyikan lagu "Bang Jago" dengan irama tidak teratur.