Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibuku Sekolah Tempat Aku Belajar Kesabaran

18 November 2020   07:09 Diperbarui: 18 November 2020   07:16 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari Ibu aku belajar bahwa sabar itu keindahan, kosakata yang paling menentramkan (dokpri)

"Kamu tahu mengapa Nabi Musa a.s diperintah Allah berguru pada Nabi Khidir a.s?" tanya Ibu suatu ketika.

"Untuk apa, Bu?"

"Untuk belajar kesabaran."

Semasa aku kecil, Ibu sering bercerita pada anak-anaknya tentang kisah para nabi, sahabat nabi dan orang-orang soleh lainnya. Kisah-kisah itu didapatkan Ibu sewaktu menuntut ilmu di pondok pesantren ternama di Jawa Tengah.

Dalam hal pendidikan, ibuku tidak tamat Sekolah Rakyat. Sekalipun mengenal huruf-huruf latin, Ibu tidak dapat membaca dan menulis dalam huruf latin dengan baik. Tapi jangan ditanya kemampuannya membaca abjad hijaiyah. Kitab-kitab kuning berabjad arab pego, abjad arab yang tidak disertai harakat (huruf vokal), bisa dilalap Ibu dalam sekejap.

Kembali pada kisah Nabi Musa a.s yang sedang 'nyantri' ke Nabi Khidir a.s. Hakikatnya menurut penuturan ibuku adalah untuk belajar kesabaran.

Ketika Nabi Musa menyampaikan keinginannya untuk belajar, Nabi Khidir mengatakan Nabi Musa tidak akan bisa bersabar. Tapi Nabi Musa bersikeras ingin mencoba.

Nabi Khidir pun meluluskan permintaan Nabi Musa dengan satu syarat: Nabi Musa tidak boleh bertanya dan memrotes apapun yang dilakukan Nabi Khidir, sampai Nabi Khidir sendiri yang akan menerangkannya.

Singkat cerita, Nabi Musa menjadi tidak sabar dengan tingkah laku Nabi Khidir selama ia mengikuti perjalanannya. Bagaimana mungkin Nabi Khidir dengan santainya melubangi dinding perahu sebelum mereka sampai di tepian pantai?

Bagaimana bisa tahan Nabi Musa menyaksikan Nabi Khidir membunuh seorang anak muda? Dan darimana logikanya Nabi Khidir mau menolong penduduk kikir di sebuah negeri merenovias sebuah rumah saat kondisi perut mereka sedang keroncongan dan tak ada yang mau memberi makan?

Setelah tiga kali melanggar janjinya untuk bersabar, Nabi Khidir lantas menjelaskan pada Nabi Musa tindakan-tindakannya tersebut.

"Perahu itu milik orang miskin dan Nabi Khidir a.s merusaknya karena di pelabuhan yang mereka singgahi ada seorang raja yang suka merampas perahu-perahu bagus. Sementara anak muda yang dibunuhnya adalah seorang kafir yang dikhawatirkan kelak akan memaksa kedua orangtuanya yang mukmin untuk beralih pada kekafiran. Sedangkan rumah rusak yang diperbaiki olehNabi  Khidir a.s itu adalah milik dua anak yatim keturunan seorang lelaki yang saleh. Di bawah lantai rumah tersimpan harta yang dikehendaki Allah SWT akan ditemukan keduanya saat dewasa kelak sebagai bagian dari rahmat-Nya," jelas Ibu menutup kisah Nabi Musa yang belajar pada Nabi Khidir.

***

Ibu sekolah pertamaku belajar kesabaran. Inilah satu hal penting yang aku pelajari dari sosok ibuku. Seumur hidup aku tinggal bersama Ibu, belum pernah aku menyaksikan Ibu marah dan membentak anak-anaknya, betapapun nakalnya kelakuan mereka.

Menurut Ibu, apa yang terucap dari mulut orangtua kepada anaknya adalah doa. Prinsip ini benar-benar dipegang oleh Ibu hingga Ibu tak mau terpeleset mengatakan sesuatu yang buruk kepada putra-putrinya.

Sabar juga akan menuntun seseorang pada kehati-hatian, tidak tergesa-gesa dalam mengambil tindakan atau keputusan. Sikap berhati-hati, menurut Ibu tidak hanya untuk masalah keduniaan semata. Tidak hanya ditujukan dalam hubungan antar manusia. Namun sikap hati-hati, kata Ibu juga harus ditujukan saat kita berhubungan dengan Sang Pencipta. Manusia itu mudah lupa dan mudah pula lengah. Maka, sikap sabar dan hati-hati inilah yang harus dikedepankan.

Dalam hubungan dengan Sang Pencipta, sikap sabar tersebut dimaksudkan Ibu supaya kita tidak mudah lupa untuk bersyukur atas segala nikmat yang sudah kita peroleh. Bahwa semua rezeki yang kita dapatkan tak lain adalah buah pemberian-Nya. Semakin banyak rezeki, semakin besar pula godaan terhadap kita untuk jauh dari Sang Pencipta.

Sikap sabar juga akan menjadikan kita untuk tidak mudah putus asa dalam menghadapi ujian hidup dari-Nya.

"Allah memberi ujian hidup itu karena tahu kamu kuat menghadapinya," kata Ibu setiap kali aku datang bersimpuh mengeluhkan segala persoalan hidup yang kuhadapi. Lalu dikutipnya ayat terakhir surah Al Baqarah yang menerangkan Allah tidak akan membebankan sesuatu melebihi kemampuan Hamba-Nya.

Kesabaran yang ditunjukkan Ibu kadang tidak bisa dibedakan dengan sikap 'nrimo ing pandum', menerima apa adanya. Seperti ketika sedang sakit, Ibu paling malas kalau diajak berobat ke dokter.

"Sakit itu datangnya dari Allah. Ya kepada Allah saja lah Ibu meminta kesembuhan," kata Ibu setiap kali aku atau saudara yang lain mengajaknya berobat.

"Ya, tapi kita kan juga diperintahkan untuk ikhtiar. Kalau hanya 'neriman' seperti ini, di mana ikhtiarnya?" kataku membujuk Ibu.

Di antara tujuh bersaudara, aku sering diandalkan saudaraku yang lain untuk membujuk Ibu. Mungkin karena sejak kecil aku cenderung dekat dan sering jadi tempat curhat Ibu. Sehingga ketika Ibu sakit parah akibat sindrom Mielodisplasia (kelainan yang disebabkan oleh sel darah yang terbentuk tidak sempurna alias disfungsional), aku ditelpon agar segera pulang.

Berulangkali diminta kakak dan adikku yang tinggal di Surabaya, Ibu selalu menolak untuk dibawa ke dokter. Seolah sudah pasrah dengan sakit yang dideritanya. Hingga kemudian aku berhasil membujuk Ibu untuk dirawat di rumah sakit.

Manusia boleh berusaha sekuat tenaga, tapi nyawa manusia berada di tangan Sang Pencipta. Baru beberapa hari di rawat di rumah sakit, Ibu dipanggil menghadap Sang Khaliq.

Meski Ibu telah tiada, namun pelajarannya tentang arti kesabaran selalu membekas dalam hati. Bahwa sabar itu keindahan. Ia sebuah kosakata yang paling menentramkan. Sebab dengan sabar hidup ini bisa dinikmati penuh kebahagiaan. Sungguh, kelak orang yang bersabar atas ujian dan cobaan akan mendapat kemuliaan dan orang lain akan iri melihat balasannya.

Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang beriman, yang mana ia berbaur dengan manusia dan bersabar atas perbuatan buruk mereka, lebih besar pahalanya daripada seorang yang beriman, yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar atas tindakan buruk mereka" (HR. Tirmizi).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun