Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

K-Rewards Ditiadakan, Masihkah Kamu Menulis di Kompasiana?

12 November 2020   21:16 Diperbarui: 12 November 2020   21:33 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akankah banyak Kompasianer berpindah ke lain media yang bisa memberi reward lebih baik? (ilustrasi diolah pribadi melalui Canva)

Menurutmu, adil enggak bila artikel yang receh, santai, judulnya clickbait, mendapat reward yang lebih besar daripada artikel yang serius, bermanfaat dan penuh pengetahuan?

Kalau menurutmu adil, ya sudah cukup sampai di sini saja kamu membaca.

Tapi kalau menurutmu tidak adil, silahkan terus membaca dan kamu akan tahu apa maksud dari artikel ini.

Masalah reward untuk suatu artikel memang tidak ada tolok ukur yang pasti, tergantung kesepakatan pihak pemberi dan penulis konten.

Pada masa media cetak masih berjaya, standar nilai sebuah tulisan bisa ditetapkan. Dengan sumber pendapatan yang relatif kontinyu dari iklan dan eksemplar yang bisa dijual, media cetak bisa menggaji jurnalis dan memberi reward pada penulis lepas dengan nilai yang layak, sesuai kualitas tulisan dan kredibilitas media cetaknya. Semakin kredibel media cetak itu, semakin tinggi kualitas artikel dan semakin besar pula reward yang bisa didapatkan penulisnya.

Era internet dan media digital mengubah semuanya. Semua informasi dan pengetahuan bisa didapatkan dengan begitu mudahnya. Perpustakaan sudah digital. Catatan pemerintah sudah dimuat online. Semua public figure menceritakan aktivitasnya di media sosial masing-masing. Setiap perusahaan sudah memiliki situs sendiri. Intinya, setiap orang bisa menjadi jurnalis dan penulis.

Satu per satu media cetak berguguran, beralih ke media digital. Sumber pendapatan mereka pun berubah, hanya mengandalkan pemasukan dari iklan yang nominalnya didasarkan dari jumlah klik dari setiap artikel yang ditayangkan.

Kondisi ini menyebabkan kualitas konten cenderung diabaikan, dan lebih memilih artikel yang konten dan judul-judulnya clickbait. Praktis, kebijakan zero editorial nyaris diterapkan.

Banjir informasi semacam ini membuat harga sebuah tulisan di media digital tidak bisa ditetapkan secara pasti. Beberapa media memang masih ada yang menghargai sebuah tulisan, atau memberi reward pada penulisnya dengan nominal tetap. Tapi lebih banyak media digital yang memberi penghargaan berdasarkan jumlah keterbacaan karya tulisnya.

Artikel yang dipesan sponsor misalnya, ini memiliki nilai reward yang tetap. Besarnya juga relatif, tergantung dari budget sponsor yang bersangkutan. Sementara untuk karya tulis yang berasal dari inisiatif pribadi si penulis, biasanya didasarkan pada seberapa banyak artikel itu diklik dan dibaca pengunjung situs media tempat artikel itu ditayangkan.

Akan halnya Kompasiana, ia bukan media resmi. Kompasiana hanya wadah/media tempat berkumpulnya penulis-penulis yang ingin menayangkan karya tulisnya, terlepas dari apapun motifnya.

Karena konten dari Kompasiana berasal dari penulis-penulis lepas, patut dan memang sudah selayaknya bila Kompasiana memberikan reward untuk kontribusi mereka. Bagaimanapun juga, berkat penulis-penulis atau Kompasianer itulah Kompasiana bisa besar dan dipercaya sebagai salah satu media berpengaruh di Indonesia.

Sebelum ada program K-Rewards, Kompasiana memberi penghargaan pada penulisnya berdasarkan kualitas tulisannya. Setiap bulan, dipilih 5 artikel terbaik menurut penilaian tim Kompasiana.

Tentu, penilaian ini sangat subyektif. Baik dan berkualitas menurut tim Kompasiana belum tentu baik dan berkualitas menurut pembacanya. Penghargaan semacam ini tak ubahnya penjurian dalam blog competition.

Kemudian muncullah K-Rewards. Program ini lebih obyektif dari sebelumnya. Pemberian reward didasarkan pada seberapa banyak artikel itu dibaca, dengan tolok ukur pageviews atau jumlah klik per halaman dari perhitungan Google Analytics.

Dengan standar penilaian yang baru, orientasi Kompasianer pun berubah. Bila dulu berlomba-lomba menulis artikel yang berkualitas, kini Kompasianer berlomba-lomba menulis artikel yang bisa dibaca banyak pengunjung Kompasiana. Berkualitas atau tidak, itu urusan belakang.

Mulailah bermunculan tulisan-tulisan yang mengandung unsur clickbait, dengan harapan artikel mereka diklik banyak orang. Hukum pasar dunia penulisan era media digital pun berlaku. Yang terbanyak dibaca, itulah yang mendapat reward terbesar. Pahit memang, tapi itulah fakta yang terjadi, dan tanpa mengurangi rasa hormatku pada semua penulis di Kompasiana.

Beberapa waktu program K-Rewards berjalan, Kompasiana sepertinya sadar bahwa kualitas konten mereka mulai menurun. Akhirnya, diputuskan kebijakan baru bahwa hanya artikel yang masuk dalam kategori PILIHAN yang berhak mendapat penghitungan K-Rewards. Artinya, setiap artikel yang berhak mendapat K-Rewards paling tidak sudah melalui kurasi dari tim Kompasiana.

Dengan program loyalitas seperti K-Rewards ini, Kompasiana akhirnya bisa menjaga Kompasianer untuk tetap setia, di tengah munculnya program reward yang hampir sama modelnya dari berbagai media.

Keadaan ini tentu tak bisa berlangsung selamanya (atau setidaknya seumur hidup Kompasiana itu sendiri). Tergantung dari seberapa besar pemasukan yang bisa didapatkan Kompasiana agar tetap bisa memberi reward yang layak bagi para penulisnya.

Pertanyaannya adalah, bila tak ada lagi K-Rewards, masihkan para Kompasianer akan tetap menulis di Kompasiana?

Akankah banyak Kompasianer yang berpindah ke lain media, yang bisa menawarkan penghargaan atau reward yang lebih baik?

Jawabannya tergantung dari motivasi kita menulis di Kompasiana. Kalau motivasinya hanya "berburu cuan", Kompasianer semacam ini kemungkinan besar akan malas menulis saat K-Rewards sudah tidak ada lagi.

Tapi bila motivasinya itu adalah menjadikan Kompasiana sebagai media untuk berkarya dan tempat kreativitas seni menulis, Kompasianer jenis ini akan tetap bertahan dan terus konsisten menulis.

Sayangnya, Kompasianer jenis kedua ini mulai jarang kita baca tulisannya di Kompasiana. Kehadiran mereka mulai tergantikan Kompasianer-kompasianer baru yang tergerak untuk menulis di Kompasiana gara-gara ada K-Rewards.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun