Akan halnya Kompasiana, ia bukan media resmi. Kompasiana hanya wadah/media tempat berkumpulnya penulis-penulis yang ingin menayangkan karya tulisnya, terlepas dari apapun motifnya.
Karena konten dari Kompasiana berasal dari penulis-penulis lepas, patut dan memang sudah selayaknya bila Kompasiana memberikan reward untuk kontribusi mereka. Bagaimanapun juga, berkat penulis-penulis atau Kompasianer itulah Kompasiana bisa besar dan dipercaya sebagai salah satu media berpengaruh di Indonesia.
Sebelum ada program K-Rewards, Kompasiana memberi penghargaan pada penulisnya berdasarkan kualitas tulisannya. Setiap bulan, dipilih 5 artikel terbaik menurut penilaian tim Kompasiana.
Tentu, penilaian ini sangat subyektif. Baik dan berkualitas menurut tim Kompasiana belum tentu baik dan berkualitas menurut pembacanya. Penghargaan semacam ini tak ubahnya penjurian dalam blog competition.
Kemudian muncullah K-Rewards. Program ini lebih obyektif dari sebelumnya. Pemberian reward didasarkan pada seberapa banyak artikel itu dibaca, dengan tolok ukur pageviews atau jumlah klik per halaman dari perhitungan Google Analytics.
Dengan standar penilaian yang baru, orientasi Kompasianer pun berubah. Bila dulu berlomba-lomba menulis artikel yang berkualitas, kini Kompasianer berlomba-lomba menulis artikel yang bisa dibaca banyak pengunjung Kompasiana. Berkualitas atau tidak, itu urusan belakang.
Mulailah bermunculan tulisan-tulisan yang mengandung unsur clickbait, dengan harapan artikel mereka diklik banyak orang. Hukum pasar dunia penulisan era media digital pun berlaku. Yang terbanyak dibaca, itulah yang mendapat reward terbesar. Pahit memang, tapi itulah fakta yang terjadi, dan tanpa mengurangi rasa hormatku pada semua penulis di Kompasiana.
Beberapa waktu program K-Rewards berjalan, Kompasiana sepertinya sadar bahwa kualitas konten mereka mulai menurun. Akhirnya, diputuskan kebijakan baru bahwa hanya artikel yang masuk dalam kategori PILIHAN yang berhak mendapat penghitungan K-Rewards. Artinya, setiap artikel yang berhak mendapat K-Rewards paling tidak sudah melalui kurasi dari tim Kompasiana.
Dengan program loyalitas seperti K-Rewards ini, Kompasiana akhirnya bisa menjaga Kompasianer untuk tetap setia, di tengah munculnya program reward yang hampir sama modelnya dari berbagai media.
Keadaan ini tentu tak bisa berlangsung selamanya (atau setidaknya seumur hidup Kompasiana itu sendiri). Tergantung dari seberapa besar pemasukan yang bisa didapatkan Kompasiana agar tetap bisa memberi reward yang layak bagi para penulisnya.
Pertanyaannya adalah, bila tak ada lagi K-Rewards, masihkan para Kompasianer akan tetap menulis di Kompasiana?