Rasulullah SAW tidak mengajarkan pengultusan pribadi. Nabi Muhammad bahkan melarang umat Islam berlebih-lebihan dalam memuliakan dirinya.
Dalam hadis dari Umar bin Khattab, Rasulullah bersabda,
"Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji 'Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka kata-kanlah, ''Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya)" (HR. Bukhari no. 3445).
Sebagai umat Islam, merupakan kewajiban bagi kita semua untuk mencintai dan memuliakan junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Tidak hanya dari kacamata seorang insan yang sempurna akhlaknya, juga dari setiap ajaran yang disampaikannya kepada kita.
Namun, kecintaan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad itu jangan sampai melebihi batas keimanan kita. Dalam arti, jangan sampai mengangkatnya di atas derajatnya sebagai hamba dan Rasul Allah, menisbatkan kepadanya sebagian dari sifat-sifat Ilahiyyah.
Dalam memuliakan Nabi Muhammad SAW, kita bisa meniru sikap sahabat Abu Bakar As Shiddiq r.a. Abu Bakar mengimani Muhammad bin Abdullah sebagai Rasul Allah. Tak lebih dari itu.
Ketika orang-orang Quraisy menghina Nabi Muhammad setelah diperjalankan Allah dalam peristiwa Isra' Mi'raj, Abu Bakar membelanya dengan semboyannya yang terkenal,
"Jika demikian, maka benarlah ia!"
Keteguhan iman yang sama ditunjukkan Abu Bakar ketika para sahabat terguncang dengan berita kematian Rasulullah SAW. Hingga sahabat sekelas Umar bin Khattab pun nyaris hilang kesadaran dan imannya hampir goyah.
Di hadapan para sahabat yang wajah mereka nampak bingung dengan jiwa yang terlihat kosong, Abu Bakar menyampaikan puji-pujian kepada Allah, kemudian berkata,
" Hai Kaum Muslimin! Barang siapa yang mengabdi kepada Nabi Muhammad maka sesungguhnya Nabi Muhammad telah wafat! Dan barang siapa yang mengabdi kepada Allah, maka sesungguhnya Allah tetap hidup dan takkan mati untuk selama-lamanya...!"