Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Setahun Jokowi-Ma'ruf, Nilai A Minus untuk Kebohongan dan Kejujuran

22 Oktober 2020   07:23 Diperbarui: 22 Oktober 2020   07:29 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu kita masih ingat pernyataan Menkes Terawan maupun Menkopolhukam Mahfud MD yang meminta masyarakat tidak mempercayai hoaks adanya virus corona di Indonesia. Kita masih ingat pula pernyataan beberapa pejabat pemerintah yang mengatakan orang Indonesia itu 'kebal' virus corona, dan bahwa pandemi Covid-19 tak akan berumur panjang di Indonesia. Entah berapa banyak ingatan yang harus kita kubur hanya karena kita masih ingin menghargai pemerintah kita sendiri.

Kegagapan pemerintah dalam menangani pandemi sudah muncul bersamaan dengan terkuaknya kasus positif pertama di Indonesia. Polemik apakah kita harus menerapkan karantina wilayah (lockdown) terus mencuat, sementara kasus positif Covid-19 semakin meningkat.

Begitu pula dengan program-program penunjang antisipasi dampak pandemi Covid-19. Program Kartu Prakerja terpaksa harus dilahirkan prematur, dengan konsep yang katanya 'disesuaikan' dengan pandemi Covid-19: serba online.

Akibatnya, program Kartu Prakerja dinilai banyak pihak sangat tidak tepat sasaran dan hanya buang-buang anggaran. Bentuk pelatihan yang disediakan pemerintah melalui mitra pelatihan dianggap tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat terdampak pandemi, khususnya pekerja yang terkena PHK.

Sudah begitu, pemerintah dituding tidak transparan dalam menunjuk mitra pelatihan. Ruang Guru, salah satu mitra pelatihan dianggap memiliki konflik kepentingan karena CEO Ruang Guru, Belva Devara menjadi staf khusus milenial Presiden Jokowi.

Begitu pula dengan UU Cipta Kerja yang 'terpaksa' dilahirkan lebih cepat, konon katanya untuk mengantisipasi dampak pandemi Covid-19. Dengan proses pengesahan yang super kilat dan serba rahasia hingga draf UU-nya saja bisa berbeda-beda.

Komunikasi Massa Lebih Banyak Diserahkan Pada Pendengung

Dalam hal komunikasi massa, pemerintah juga masih mementingkan pencitraan. Kritik terhadap kebijakan pemerintah ditanggapi dengan jutaan kicauan dari para pendengung yang melambungkan puji-pujian setinggi langit. Seolah rakyat harus dipaksa menelan mentah-mentah apapun yang dilakukan pemerintah tanpa diperbolehkan mengeluarkan suara.

Apa yang dianggap kebenaran oleh rakyat, diputarbalikkan menjadi hoaks oleh pemerintah.

"Kalau pemerintah bilang hoaks, versi pemerintah, ya dia hoaks."

Mungkin, kutipan ini akan dikenang sepanjang masa sebagai bentuk arogansi pemerintahan Jokowi di periode keduanya.

Pandemi Covid-19 mungkin merupakan ujian terbesar kepemimpinan politik dunia yang pernah kita saksikan. Setiap pemimpin negara di planet ini menghadapi potensi ancaman yang sama. Setiap pemimpin bereaksi berbeda, dengan gayanya sendiri. Dan setiap pemimpin akan dinilai berdasarkan hasilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun