"Karena memang itu hoaks. Kalau pemerintah sudah bilang versi pemerintah itu hoaks, ya dia hoaks."
Nah, kalau tata kalimatnya begini, beda lagi artinya. Dengan meniadakan tanda koma sebelum frasa 'versi pemerintah' berarti Menkominfo mengatakan (RUU Cipta Kerja) versi pemerintah itu hoaks.
Dalam kaidah argumentasi, respon Menkominfo dalam menanggapi pernyataan Remy Hastian termasuk dalam "strawman-fallacy": mengambil argumen atau poin orang lain, mendistorsi atau membesar-besarkannya dengan cara yang ekstrim, dan kemudian menyerangnya.
Tak salah apabila kemudian Asfinawati, Direktur YLBHI yang menjadi salah satu narasumber di acara yang sama, menyindir pernyataan Menkominfo dengan mengatakan,
"Ciri-ciri orang yang melakukan disinformasi, tidak berani main (menjawab) detail. Lalu mengancam, lalu argumennya itu dilakukan untuk negara."
Dengan kata lain, adanya disinformasi atau hoaks yang selama ini beredar dan dianggap pemerintah menjadi penyebab utama terjadinya aksi demonstrasi, justru karena kesalahan pemerintah itu sendiri.
Menkominfo boleh mengklaim bahwa dalam pembuatan RUU Cipta Kerja pemerintah terlibat di dalamnya sehingga,
"...kami tahu mana yang hoaks mana yang bukan, ini melalui penelitian dan pendalaman dokumen."
Namun, kesimpangsiuran draf RUU yang beredar di masyarakat inilah yang membuat hoaks dan disinformasi itu muncul. Seperti yang kita ketahui, dalam proses pengesahan RUU hingga diserahkan kepada pemerintah, setidaknya ada 4 versi UU Cipta Kerja berdasarkan jumlah halamannya. Yakni 1028 halaman dan 905 halaman saat RUU Cipta Kerja disahkan DPR RI, serta 1035 halaman dan 812 halaman setelah Badan Legislasi DPR merevisinya.
Seperti yang disampaikan ahli hukum tata negara dari UGM, Zainal Arifin,
"Kenapa kemudian ada isu hoaks? Itu penyebabnya adalah ketertutupan dan ketiadaan sosialisasi yang baik soal naskah yang beredar. Dan itu tidak terverifikasi."