"Oh, percaya, percaya," jawab Raja Ferguso cepat.
Jenderal Marques tersenyum meremehkan. Sementara Rudolfo memandang ke arah lain, pura-pura tidak melihat.
Hening sejenak di kamar sang Raja. Kemudian Raja Ferguso bertanya pada Jenderal Marques.
"Menurut Jenderal, apakah kali ini aku harus menemui para demonstran itu?" tanya Raja Ferguso hati-hati.
"Tak perlu Baginda. Biar anak buah saya yang menghadapi mereka. Baginda cukup tinggal di Istana saja. Atau mungkin Baginda mau pergi?" jawab Jenderal Marques.
"Tapi, kamu sendiri tahu kan bagaimana kasak kusuk yang beredar di telinga rakyatku?" tanya Raja Ferguso.
"Tahu. Dan Baginda tak perlu ambil pusing dengan kasak kusuk itu. Kalau Baginda Raja kali ini menemui mereka, itu sama dengan merendahkan harga diri Baginda. Mereka hanya anak-anak muda yang jiwanya masih labil. Mudah tersulut emosi. Paling besok juga sudah dingin lagi," jelas Jenderal Marques tenang.
"Tapi...," Raja Ferguso tak mampu meneruskan ucapannya ketika matanya beradu pandang dengan sorot mata Jenderal Marques yang seperti elang mencari mangsa.
"Ya sudah. Tolong siapkan pesawatku. Rudolfo, kamu atur siaran resmi dengan Mantri Penerangan. Beritahukan pada rakyatku bahwa dengan sangat menyesal aku tidak bisa menerima aspirasi demonstran karena kunjungan kerja demi kesejahteraan rakyat sudah dijadwalkan jauh hari dan tidak bisa dibatalkan," titah Raja Ferguso.
"Baik Baginda," kata Rudolfo lalu pergi meninggalkan kamar sang Raja.
"Ke mana aku harus pergi, Jenderal?" tanya Raja Ferguso pada Jenderal Marques.