"Orang-orang itu sedang demonstrasi, tahu kamu?" kata Raja Ferguso masih marah.
Rudolfo masih terdiam. Dalam hati dia berkata, 'Kan aku sudah bilang tadi?'. Tapi kata hatinya tak keluar karena Rudolfo tahu kalau Raja Ferguso sedang marah, lebih baik diam saja, tak usah membantah.
"Dan kamu tahu mengapa aku sangat jengkel dan gusar?" tanya Raja Ferguso berbisik mendekat ke telinga Rudolfo. Saking dekatnya, Rudolfo merinding dan menahan nafas. Dia tidak kuat dengan bau nafas sang Raja yang beraroma petai.
 "Tidak, Baginda Raja."
"KARENA MEREKA MENGEJEKKU!" suara Raja Ferguso menggelegar
Telinga Rudolfo langsung mendengung. Beberapa kodok dan kecebong di kolam istana yang mendengar gelegar suara Baginda Raja langsung mati mendadak.
"Kamu tahu Rudolfo, aku ini Raja. Yang berkuasa di negeri ini. Mengapa orang-orang disana begitu meremehkan diriku? Aku seolah dianggap tidak ada artinya."
"Panggil Jenderal Marques. Aku mau pergi dari sini," perintah sang Raja.
"Lho, memangnya Baginda Raja mau pergi kemana?" tanya Rudolfo bingung. Sebagai asisten pribadi, Rudolfo tahu persis hari ini rajanya tidak ada agenda yang mendesak yang mengharuskannya pergi.
Mendengar pertanyaan Rudolfo, Baginda Raja Ferguso naik pitam. Tangannya melayang menampar wajah Rudolfo. Untunglah berkat latihan tai-chi selama bertahun-tahun, Rudolfo berhasil menghindari tamparan rajanya.
"Kamu itu bagaimana sih? Apa kamu ingin aku menghadapi orang-orang itu, heh? Bagaimana kalau mereka berniat macam-macam dengan diriku? Kamu mau menanggung risikonya?" rentetan pertanyaan keluar dari mulut Baginda Raja Ferguso.