Usai maghrib, laki-laki itu datang, kali ini sendirian. Saat aku hendak menyiapkan kopinya, laki-laki itu menggelengkan kepala sambil tersenyum.
"Gak usah, Mas. Saya kesini cuma mampir sebentar," katanya lalu mengambil tempat duduk.
"Bagaimana, Mas? Sudah mulai ramai to?"
"Alhamdulillah, Pak. Baru dua syarat saja warung kopi saya sudah ramai. Apalagi kalau nanti ilmu penglarisnya bapak turunkan ke saya," jawabku sumringah.
"Ha ha ha ha ha. Mas, ilmu penglarisnya itu sudah saya turunkan ke sampeyan," katanya sambil tertawa.
"Lho, masa sih, Pak? Kapan? Saya kok enggak pernah merasa menerima?"
"Ilmu penglarisnya itu ya syarat yang saya minta dipenuhi Mas Ali. Begini lho Mas, orang jualan itu harus bersih dan rapi. Bersih tempatnya, rapi penjualnya.
Semua itu sarana agar pembeli tidak jijik dan terlihat menyenangkan. Kalau yang jualan asal-asalan, tempatnya kotor, penampilannya kusut dan lecek, yang pingin mampir pasti jadi malas. Kalau sudah terlanjur belok, pasti dia kapok dan tidak bakal datang lagi."
Mendengar penjelasannya, aku hanya bisa melongo. Laki-laki itu tertawa lagi.
"He he he. Satu lagi syarat penglarisnya, Mas. Kalau jualan itu juga harus punya akhlak. Orang jualan itu bukan hanya tentang untung rugi, laku banyak atau sedikit. Jualan itu tentang mental yang membutuhkan akhlak.
Coba bayangkan Mas Ali jadi pembeli. Suka enggak sama penjual yang ketus, sombong dan melayani pembeli dengan marah-marah? Gak suka, kan?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!