Dengan "sombongnya" Menteri Kesehatan mengatakan bahwa menghadapi difteri saja Indonesia tidak takut, apalagi menghadapi corona. Menteri Kesehatan juga mengatakan masyarakat tak perlu panik karena corona tak lebih mematikan dibandingkan influenza.
Langkah Sigap Anies dan Bebalnya Pemerintah Pusat
Santainya pemerintah pusat dalam menanggapi pandemi Covid-19 bisa kita bandingkan dengan keseriusan Anies Baswedan. Silahkan cari jejak digitalnya, maka kita bisa melihat sendiri bagaimana pemerintah kita lamban, tidak serius dan terlalu santai dalam menangani penyebaran virus corona yang saat ini sudah dinyatakan sebagai pandemi dunia.
Sebelum pemerintah pusat mengumumkan Indonesia positif corona, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah mendahului dengan menyebutkan ada beberapa warganya yang sedang dalam pengawasan karena diduga terinfeksi virus corona.
Sayang, kejujuran Anies saat itu harus menghadapi tembok tebal "kesombongan" pemerintah pusat. Menteri Kesehatan dengan tegas membantah pernyataan Anies, sementara buzzer-buzzer pro pemerintah mem-bully Anies dan menuduhnya menyebarkan hoaks.
Langkah taktis Anies berlanjut di saat pemerintah pusat masih menimbang status darurat nasional dan opsi isolasi daerah pusat penyebaran wabah. Dengan sigap, Anies Baswedan langsung meliburkan sekolah dan meminta warganya untuk membatasi diri keluar  rumah.
Ketika Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta mengambil langkah pencegahan, menteri-menteri Jokowi justru mengolok-oloknya. Menkopolhukam Mahfud MD bahkan mencibir Pemprov DKI Jakarta takut rugi ketika Anies membatalkan event Formula E yang sedianya akan digelar di Jakarta pada tahun ini.
Duh, padahal itu adalah langkah standar yang dilakukan banyak pemerintah negara lain untuk mencegah penyebaran virus corona. Membatasi pertemuan atau kegiatan yang diikuti banyak warga adalah penanganan yang tepat agar virus corona tidak semakin menyebar.
Bersatu Lawan Corona atau Bersatu Jegal Anies?
Ada kesan, apa pun yang dilakukan Anies harus terlihat salah. Apa pun kebijakan yang diambil pemerintah pusat, harus berbeda dengan Anies Baswedan. Tak salah bila kemudian jargon "Bersatu lawan Corona" diplesetkan menjadi "Bersatu Jegal Anies".
Sebagai kepala daerah di mana ibukota negara berada, setiap kebijakan yang diambil Anies Baswedan memang harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Namun, bukan berarti pejabat-pejabat lain yang tidak memiliki wewenang khusus, apalagi kepala daerah luar Jakarta ikut merecoki. Justru, karena terlalu banyak tangan yang ikut campur dan mulut yang ikut berkomentar, kebijakan Anies menjadi tidak optimal.
Dalam menangani pandemi Covid-19, yang kita butuhkan adalah sinergi antar kepala daerah, pejabat hingga masyarakat itu sendiri. Kita bisa mengambil contoh dari beberapa negara yang sudah melewati fase puncak pandemi dan sekarang tengah membangun kembali perekonomian mereka. Adakah pejabat pemerintah di negara-negara tersebut saling bekerja sendiri? Adakah kegaduhan demi kegaduhan yang tercipta akibat ketidakharmonisan hubungan antar pejabatnya?
Saya rasa cuma di Indonesia saja, pejabatnya bebal masyarakatnya juga ikut bebal.