Selain YouTuber, Influencer termasuk jenis profesi kekinian yang paling banyak diminati generasi milenial. Membayangkan jenis pekerjaan ini, kelihatannya begitu menyenangkan. Hanya bermodal jumlah follower yang mencapai ribuan atau bahkan jutaan akun, Influencer bisa dengan mudah mendapat pekerjaan dan upah dengan mempromosikan merek, produk atau konten tertentu. Inilah yang disebut "Influencer Marketing".
Dalam bahasa sederhana, influencer adalah orang-orang yang mengambil keuntungan dari ukuran pengikut media sosial mereka.
Tapi sampai kini, aku sendiri bingung dengan definisi atau lebih tepatnya penjelasan yang lebih ilmiah: Apakah influencer benar-benar dapat memengaruhi tingkah laku kita?
Sejauh Mana Pengaruh Influencer Pada Pengikutnya?
Maksudku begini, Influencer kan sering digunakan dalam strategi pemasaran digital. Banyak perusahaan menyewa influencer untuk mempromosikan produk mereka. Nah pada titik ini, apakah promosi dari Influencer benar-benar memengaruhi keputusan pembelian kita? Apakah kita membeli suatu produk, atau melakukan tindakan tertentu karena terpengaruh postingan Influencer?
Ok, katakanlah seperti yang ditulis banyak pakar pemasaran digital di situs-situs mereka, influencer dapat meningkatkan "engangement"Â atau keterlibatan pemirsa sebanyak sekian persen. Pertanyaannya: seperti apa "keterlibatan" itu?
Apakah cukup mengklik tombol Call to Action bisa disebut engangement?
Atau keterlibatan itu diukur sampai ke titik pembelian produk?
Contohnya seperti ini, misalnya ada influencer menggalang dana. Kemudian kamu tertarik dan ingin menyumbang. Apakah niat atau keinginanmu untuk menyumbang itu disebabkan pengaruh dari postingan influencer, atau karena kamu melihat itu sebagai kebaikan dan murni datang dari dorongan hatimu yang ingin menyumbang saja?
Contoh lagi nih, ketika influencer memposting kampanye pencegahan Covid-19. Kemudian kamu mengikuti kampanye tersebut dengan memakai masker, menjaga jarak, dan lain sebagainya. Apakah tindakanmu itu terpengaruh oleh postingan influencer, atau kamu melakukannya karena kesadaran pribadi bahwa apa yang kamu lakukan memang benar dapat meminimalisir penularan virus corona?
Coba renungkan kembali contoh-contoh tersebut.
Aspek Psikologi Dari Model Bisnis Influencer
Pada dasarnya, modal utama influencer adalah metrik angka, bukan bakat atau keterampilan khusus memengaruhi orang lain. Dengan jumlah follower yang banyak, postingan influencer  hampir pasti memiliki keterjangkauan yang luas, alias dilihat banyak pemirsa.
Setelah itu, baik secara sadar maupun tidak influencer mengeksploitasi kesehatan mental negatif pengikutnya. Mereka melakukan ini dengan menampilkan kehidupan yang sempurna, diisi dengan kebahagiaan tanpa henti. Umpan berita media sosial mereka penuh dengan foto-foto traveling atau foto-foto indah lainnya yang penuh estetika.
Melihat konten mereka, hampir pasti kamu akan merasa rendah diri, baik karena penampilan, kekurangan uang, atau hanya ingin menjadi bahagia seperti mereka. Dimotivasi oleh perasaan rendah diri ini, kamu mulai mencari solusi cepat untuk menjembatani kesenjangan tersebut; mencoba untuk mencapai kebahagiaan dangkal yang digambarkan oleh influencer. Di sinilah kemudian produsen memanfaatkan influencer untuk menjual produk mereka.
Saat menjual, langkah pertama adalah menciptakan permintaan. Influencer menciptakan permintaan ini dengan memposting standar hidup yang hampir mustahil, yang sekali lagi, membuat dirimu merasa rendah diri. Semakin buruk perasaanmu , semakin besar kemungkinan kamu membeli produk yang ditawarkan Influencer.
Jangan Mudah Terpengaruh oleh Influencer
Sekalipun banyak berkutat di bidang pemasaran digital, aku sendiri termasuk orang yang tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Aku bukan jenis orang yang bisa dikontrol untuk melakukan tindakan tertentu hanya karena aku menyukai akun dan konten-konten media sosial mereka.
Kalau pun aku membeli produk yang mereka endorse atau mereka pasarkan, aku membelinya karena memang membutuhkan dan menganggap produk tersebut bagus untukku. Bukan karena ingin bergaya seperti mereka.
Seandainya aku melakukan tindakan seperti yang diminta influencer, aku bertindak karena dorongan hati dan akal pikiranku sendiri, bukan karena disuruh mereka.
Jangan tertipu dengan berpikir bahwa yang disebut influencer ini adalah manusia super, yang bisa memengaruhi pikiran follower dengan modal postingan media sosial. Sebagai pengikut, kita dapat menekan tombol berhenti mengikuti sama mudahnya dengan tombol ikuti.
Influencer hanya orang biasa seperti kita. Hanya saja, mereka dipisahkan oleh label dan metrik angka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H