Nama Bu Tejo mendadak viral seiring viralnya film Tilik di media sosial. Film cerita pendek besutan sutradara Wahyu Agung Prasetyo ini sudah ditonton lebih dari 2 juta kali di saluran YouTube Revacana Films sejak ditayangkan perdana 17 Agustus lalu.
Sinopsis Film Tilik
Film Tilik menceritakan kisah perjalanan ibu-ibu satu kampung yang hendak menjenguk (tilik) Bu Lurah yang sedang dirawat di rumah sakit. Selama perjalanan dengan menumpang truk bak terbuka ini, obrolan ibu-ibu tentang sosok Dian, seorang kembang desa yang berparas cantik menjadi titik pusat cerita film.
Salah satu tokoh yang menjadi pusat perhatian dalam film Tilik adalah Bu Tejo, istri Pak Tejo yang tengah mencalonkan diri untuk menjadi lurah. Bu Tejo dalam cerita film pendek tersebut digambarkan sebagai ibu muda yang gemar menggosip.
Sepanjang perjalanan, Bu Tejo tak henti-hentinya menggunjingkan Bu Lurah yang single parent dan Dian yang sedang menjalin hubungan dengan Fikri, anak Bu Lurah. Dengan luwesnya, Bu Tejo membeberkan tingkah laku Dian yang dianggap tidak pantas dan meresahkan warga. Dasar cerita Bu Tejo tentang Dian itu ia peroleh dari berita-berita dan komentar warga di media sosial.
Cara bercerita Bu Tejo sedemikian rupa sehingga tidak sedikit ibu-ibu yang ikut rombongan tilik itu terpengaruh dan menganggap ceritanya itu adalah fakta. Bahkan ada seorang ibu yang mendukung gosip Bu Tejo dengan mengatakan Dian kerap bepergian ke mall bersama lelaki yang lebih pantas menjadi ayahnya.
Hanya ada satu orang yang tidak terpengaruh cerita Bu Tejo, yakni  Yu Ning. Tak henti-hentinya Yu Ning mengingatkan Bu Tejo untuk tidak memfitnah Dian. Dengan tegas Yu Ning juga mengatakan pada Bu Tejo agar tidak menelan mentah-mentah informasi yang tidak jelas sumbernya.
Namun, Bu Tejo membantah dan mengatakan ia tidak memfitnah. Bu Tejo hanya mengingatkan ibu-ibu lain untuk lebih berhati-hati pada Dian karena banyak lelaki di desa tertarik dengan paras cantiknya.
Setiba di rumah sakit, rombongan ibu-ibu desa ini disambut oleh Dian dan Fikri. Sayang, Dian mengabarkan pada mereka bahwa Bu Lurah belum bisa dijenguk karena masih berada di ruang ICU. Akhirnya, rombongan ibu-ibu pun kembali pulang tanpa sempat menjenguk dan bertemu bu Lurah.
Plot Twist Dalam Film Tilik yang Memicu Perdebatan Netizen
Di akhir cerita, sutradara Wahyu Agung Prasetyo menyelipkan plot twist yang kemudian menjadi perdebatan netizen di media sosial. Dalam adegan terakhir digambarkan Dian memasuki mobil sedan hitam yang di dalamnya telah duduk seorang lelaki paruh baya. Dian memanggil lelaki tersebut dengan sebutan "Mas".
Kepada lelaki tersebut, Dian mengungkapkan kegundahannya bahwa dia sudah tak sanggup hidup sembunyi-sembunyi. Dian bertanya kapan kira-kira Fikri bisa menerima bahwa ayahnya hendak menikah lagi.
Banyak netizen yang menganggap segala omongan Bu Tejo tentang Dian benar adanya karena adegan terakhir tersebut. Menanggapi kontroversi akhir cerita filmnya, sutradara Wahyu Agung Prasetyo hanya tertawa dan menyerahkan sepenuhnya penafsiran akhir film itu pada penonton.
"Secara film hal itu memang selesai, tapi secara masalah, apakah itu selesai, nggak. Dan Bu Tejo apakah benar omongannya, kan nggak, dia tetap villain sih menurutku," ujar Wahyu seraya tertawa.
Meski begitu, Wahyu tak kecewa atas kritik yang ia dan penulis Bagus Sumartono terima dari akhir kisah film Tilik. Menurutnya masing-masing orang memiliki hak menilai kisah film ini dari berbagai sudut pandang.
Budaya Tilik dan Fenomena Menggosip Dalam Kehidupan Masyarakat Kita
Secara umum, kekuatan film Tilik terletak pada tema yang mengangkat budaya dan fenomena kehidupan sehari-hari, serta dialog antar tokoh cerita yang mengalir lancar apa adanya. Wahyu Agung Prasetyo mengakui tertarik menggarap naskah cerita yang ditulis Bagus Sumartono ini karena latar belakang film tersebut berdasarkan fenomena yang ada di masyarakat Indonesia.
Tilik, atau menjenguk orang sakit memang sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di desa-desa di pulau Jawa. Apalagi bila yang sakit itu tokoh masyarakat yang terpandang, atau pejabat maupun perangkat desa.
Budaya Tilik ini juga tak lepas dari tuntunan agama Islam yang dianut mayoritas penduduk Jawa. Dalam syariat Islam, menjenguk orang yang sakit sangat dianjurkan dan diganjar dengan pahala yang besar.
Namun, bukan budaya Tilik itu yang diangkat Wahyu dan menjadi titik perhatian film berdurasi 30 menit ini. Melainkan apa yang dilakukan ibu-ibu selama perjalanan, yakni menggunjingkan orang lain. Bahkan tak jarang yang hendak dijenguk itu yang malah jadi korban gunjingan mereka.
Apa yang dilakukan Bu Tejo dan ibu-ibu pendukungnya merupakan realita kehidupan kita sehari-hari. Setiap hari ada saja yang menjadi bahan pergunjingan kita, terutama kaum wanita. Dan, selalu ada sosok seperti Bu Tejo di antara kita, yang menginisiasi aktivitas pergunjingan.
Apalagi di era digital ini, di mana setiap kejadian atau peristiwa sekecil apapun tak luput dari komentar pengguna media sosial. Seolah kegemaran kita untuk menggosipkan orang lain merupakan buah dari kemudahan mengomentari apapun di media sosial.
Sepertinya benar apa yang dikatakan Bu Tejo, "Rajin-rajin baca dari internet dong." Karena dari internet kita bisa mendapatkan berbagai macam rupa informasi. Mulai dari berita umum sampai masalah pribadi.
Perkara informasi itu benar atau tidak, valid atau hoaks, itu lain cerita. Yang penting kita harus tahu dulu, dan berlomba-lomba menjadi yang pertama memviralkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H