Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kejarlah Ilmu Sampai ke Rumah Guru

27 Juli 2020   00:06 Diperbarui: 27 Juli 2020   00:20 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah Ibnu Abbas Mencari Ilmu

Suatu hari, Abdullah bin Abbas r.a mendatangi rumah seseorang karena ia mendengar satu hadis yang bersumber dari orang tersebut. Ketika sampai di rumahnya, sepupu Rasulullah SAW ini diberitahu bahwa orang yang hendak ia temui tersebut sedang tidur siang.

Alih-alih pulang dan kembali lagi, Ibnu Abbas memilih untuk menunggu. Dibentangkannya kain di muka pintu, lalu ia duduk menunggu sementara angin menerbangkan debu, menyapu tubuh dan wajahnya.

Hingga kemudian orang yang hendak ditemui Ibnu Abbas bangun dari tidur siangnya. Saat diberitahu Ibnu Abbas tengah menunggunya di depan pintu rumah, orang tersebut bergegas keluar dan menyambutnya.

"Hai saudara sepupu Rasulullah, apa maksud kedatanganmu? Kenapa tidak kamu suruh saja orang kepadaku agar aku datang kepadamu?"

Ibnu Abbas menggelengkan kepala dan berkata,

"Tidak! Justru akulah yang harus datang mengunjungi Anda. Saat ini, Anda adalah guruku sehubungan dengan satu hadis yang ingin kutanyakan."

***

Adab Selalu Mendahului Ilmu

Petikan kisah sahabat Rasulullah SAW ini memberi gambaran pada kita bagaimana adab dan perilaku orang-orang terdahulu dalam mencari ilmu. Dan bicara perihal ilmu dan adab, ada sebuah ungkapan yang terkenal,

"Ilmu mendahului amal, adab mendahului ilmu"

Ungkapan ini gabungan dari perkataan ulama-ulama besar. Ungkapan yang pertama, "Ilmu mendahului amal" diambil dari perkataan terkenal imam Bukhari. Beliau mengatakan,

"al-ilmu qabla 'l-qaul wa 'l-'amali".

Artinya bahwa sebelum kita berkata dan berbuat, yang lebih dahulu harus kita miliki adalah ilmu tentang hal tersebut. Inilah yang kemudian menjadikan ilmu sebagai syarat benarnya suatu perkataan atau perbuatan.

Sementara ungkapan yang kedua, "adab mendahului ilmu" adalah implikasi atau sebab dari akibat adanya ilmu tersebut. Banyak contoh di sekitar kita, orang-orang yang tadinya seorang penuntut ilmu, namun pada akhirnya dia tidak mendapatkan apa-apa atau ilmunya menjadi tidak berguna karena tidak adanya moral/ kurangnya adab pada dirinya.

Sama seperti ilmu yang menjadi syarat atas benarnya sebuah amal, maka adab adalah syarat atas berkahnya sebuah ilmu. Islam menempatkan adab ini ke dalam posisi yang penting. Bukankah Allah sendiri memuji nabi Muhammad karena adab beliau?

Beda Zaman, Beda Pula Kelakuan Kita Dalam Mencari Ilmu

Orangtua kita dahulu selalu mendorong atau memberi contoh pada anak-anaknya dengan mengambil idola pada tokoh-tokoh yang berilmu, sekaligus beradab/bermoral tinggi. Pahlawan, ulama atau tokoh-tokoh lain yang sudah terbukti memberi kontribusi pada masyarakat baik karena perjuangan fisiknya, atau ilmu pengetahuannya. Hal ini tidak kita dapati lagi di zaman sekarang. 

Beda usia, beda selera. Beda zaman, beda pula kelakuan. Tak hanya adab saja yang semakin berkurang, cara mencari ilmunya pun sudah jauh berbeda.

Dulu, murid mengejar ilmu sampai ke rumah guru. Sekarang, justru guru yang mengejar murid sampai ke rumahnya.

Zaman dahulu, orang sulit mencari ilmu tapi mudah mengamalkannya. Zaman sekarang, orang mudah mencari ilmu tapi sulit mengamalkannya.

Dahulu ilmu dikejar, ditulis, dihafal, diamalkan dan diajarkan. Sekarang ilmu diunduh, disimpan dan dikoleksi, lalu diperdebatkan.

Dahulu, butuh peras keringat dan banting tulang untuk mendapatkan ilmu. Sekarang, cukup peras kuota internet sambil duduk manis ditemani secangkir minuman dan makanan ringan.

Dahulu, ilmu disimpan di dalam hati. Selama hati masih normal, ilmu tetap terjaga. Sekarang, ilmu disimpan di dalam memori gadget. Kalau baterainya habis, ilmu akan tertinggal. Kalau gadgetnya rusak, ilmunya juga ikut lenyap.

Dahulu murid harus duduk berjam-jam di hadapan guru penuh rasa hormat dan sopan. Karenanya ilmu dapat merasuk bersama keberkahan. Sekarang, cukup tekan tombol atau layar sambil tidur-tiduran. Karenanya ilmu merasuk bersama kemalasan.

***

Mengangkat kisah-kisah lama seperti di atas bukan hanya untuk memperbandingkan. Karena sebagaimana yang dikatakan Ali bin Abi Thalib k.w,

"Jangan pernah membandingkan masa kita dengan masa anak-anak kita. Karena setiap anak itu lebih mengikuti zamannya daripada masa orang tuanya".

Namun, setidaknya dengan membaca dan mendengar ulang kisah orang-orang hebat pada zaman dulu kala kita dapat belajar dan introspeksi diri, apakah adab kita dalam mencari ilmu dan memperlakukan guru saat ini sudah benar atau jauh berkurang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun