Di satu sisi, para peneliti meminta sekelompok orang yang berbeda untuk melakukan kebaikan pada diri mereka sendiri. Â Berbelanja, nonton film di bioskop, makan di restoran, pokoknya sekelompok responden terpisah ini diminta memanjakan diri mereka sendiri.
Sebelum dan sesudah para responden itu melakukan tindakan, para peneliti mengukur tingkat perkembangan psikologis mereka, yang terdiri dari kesejahteraan emosional, psikologis dan sosial.
Pada akhir penelitian, orang-orang yang melakukan tindakan kebaikan untuk orang lain memiliki tingkat perkembangan psikologis yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang melakukan kebaikan untuk diri sendiri. Berbuat baik pada orang lain juga menyebabkan tingkat emosi positif semakin meningkat. Singkatnya, menunjukkan altruisme tidak hanya bermanfaat bagi orang yang bersangkutan, tetapi juga dapat membuat kita merasa lebih baik.
Fakta Ilmiah di Balik Kebaikan yang Mendatangkan Kebahagiaan
Sementara itu, dalam sebuah penelitian lain para peneliti mengukur seberapa bahagia pada sekelompok orang di pagi hari. Â Setelah itu, para peneliti memberi memberi mereka $ 5 atau $ 20 yang harus mereka belanjakan untuk diri mereka sendiri atau orang lain sebelum jam 5 petang di hari yang sama. Kemudian, pada malam hari para peneliti menelepon para peserta untuk menilai kembali seberapa bahagia mereka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta yang telah menghabiskan uang untuk orang lain dengan membelikan mereka sedikit hadiah atau menyumbang untuk amal, lebih bahagia daripada mereka yang menggunakan uang itu untuk membayar salah satu tagihan mereka sendiri atau membeli hadiah untuk dirinya sendiri. Sekali lagi, kebaikan pada orang lain memiliki efek bumerang dan menguntungkan "si pemberi".
Secara fisiologis-kimiawi, perasaan bahagia karena berbuat kebaikan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dalam kerja otak yang sangat kompleks, tiga neurokimia yakni dopamin, serotonin, dan oksitosin membentuk apa yang disebut Happiness Trifecta. Setiap aktivitas yang meningkatkan produksi neurokimiawi ini akan menyebabkan peningkatan suasana hati. Tetapi, manfaat berbuat baik tidak hanya berhenti pada suasana hati.
Hormon serotonin terhubung dengan jam biologis manusia, pencernaan, memori, pembelajaran, dan nafsu makan. Dopamin terhubung dengan motivasi dan kesenangan. Sementara oksitosin yang kerap disebut "hormon cinta" meningkatkan harga diri dan optimisme kita.
Ketika oksitosin mulai mengalir, tekanan darah menurun dan pondasi untuk gairah seksual mulai dibangun. Saat ketiga hormon Happines Trifecta ini meningkat, ketakutan sosial berkurang dan kepercayaan diri serta empati meningkat. Di luar fungsinya sebagai "hormon cinta", oksitosin juga merupakan antiinflamasi dan mengurangi rasa sakit serta meningkatkan penyembuhan luka.
Penelitian para ilmuwan tentang kebaikan yang mendatangkan kebahagiaan bagi si pemberi seperti membuktikan kebenaran dari apa yang sudah tertera dalam Al Quran:
"Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu untuk dirimu sendiri" (QS. Al Isra: 7).