Sengaja saya katakan "mencari peruntungan" karena proses seleksi dan verifikasi peserta tidak memenuhi asas keadilan sosial. Kartu prakerja dianggap hanya menguntungkan pencari kerja kelas menengah yang punya akses internet cukup kencang.
Setelah mendaftar dan menyelesaikan proses administrasi, calon penerima kartu prakerja harus bisa menjawab berbagai soal kemampuan dasar dalam bentuk pilihan ganda. Mulai dari pengetahuan umum, kewarganegaraan sampai hitung-hitungan matematika. Setelah itu, mereka harus memilih gelombang pelatihan berdasarkan area tertentu.
Setiap Gelombang pelathan mempunyai kuota untuk area dan periode tertentu. Jika gelombang pelatihan yang dipilih kuotanya sudah habis, otomatis calon penerima kartu prakerja tidak dapat bergabung.
Mereka dapat mengikuti seleksi lagi pada periode gelombang berikutnya. Tidak perlu memasukkan semua data lagi untuk pendaftaran ulang, tapi tetap harus ikut tes motivasi dan kemampuan dasar.
Berdasarkan proses pendaftaran dan verifikasi calon penerima kartu prakerja ini, aturan baru yang termuat dalam pasal 31C jelas memiliki kelemahan. Apa indikator peserta yang tidak memenuhi syarat?
Biaya Pelatihan Tidak Bisa Dikembalikan
Perpres nomor 76 tahun 2020 tidak menjelaskannya. Begitu pula dengan laman situs kartu prakerja. Secara logika, jika peserta dianggap tidak memenuhi syarat, namun dia terlanjur menerima uang bantuan atau insentif, kesalahan bukan terletak pada pesertanya. Melainkan pada manajemen pelaksananya. Benar kan?
Bagaimana mungkin manajemen pelaksana bisa lalai hingga meloloskan calon penerima kartu prakerja yang ternyata dikemudian hari dianggap tidak memenuhi syarat?
Yang lebih aneh lagi, pemerintah menuntut peserta yang tidak memenuhi syarat ini untuk mengembalikan biaya pelatihan. Â Lho, bukankah biaya pelatihan itu berupa uang digital yang tidak pernah tersentuh tangan peserta kartu prakerja?
Sebagaimana kita ketahui, setiap peserta Kartu Prakerja mendapatkan dana insentif sebesar Rp 3,55 juta. Rinciannya, sebesar Rp 1 juta untuk biaya pelatihan, Rp 2,4 juta insentif selama 4 bulan, dan Rp 150.000 sebagai insentif setelah mengisi survei terkait pelatihan yang dijalani.
Insentif sebesar 1 juta untuk biaya pelatihan itu tidak berupa uang tunai, melainkan voucher atau uang digital yang bisa dibayarkan ke mitra pelaksana untuk mengikuti pelatihan online yang diinginkan. Biaya pelatihan ini juga tidak dapat dicairkan meskipun peserta sudah memilih pelatihan dan masih ada sisa dana pelatihannya.
Sedangkan insentif bulanan sebesar Rp. 2,4 juta selama 4 bulan itu baru bisa dicairkan setelah peserta mengikuti kelas pelatihan online dan mendapat sertifikat pelatihan dari mitra pelaksana.