Ibu menjawab, "Makanan itu sedekah dengan harta. Sedangkan menghidangkannya dengan baik dan indah itu sedekah perasaan. Sedekah yang pertama dapat memenuhi perut, sedangkan yang kedua memenuhi hati.
Baca juga :Pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
Sedekah dengan harta akan menimbulkan perasaan di hati pak Hansip bahwa ia seorang peminta-minta yang kita beri sisa-sisa makanan. Kalau kita menghidangkannya dengan baik dan indah, itu akan menimbulkan perasaan bahwa ia adalah teman akrab atau tamu yang terhormat.
Inilah bedanya pemberian dengan harta dan pemberian dengan hati. Banyak orang bisa bersedekah harta, tapi sedikit sekali orang yang mau bersedekah dengan hati, karena merasa ia sudah memberikan hartanya."
Benar apa yang dikatakan Ibuku. Sering aku melihat orang-orang yang bersedekah makanan, mereka memberikannya ala kadarnya. Malah ada pula yang memberi sedekah bahan pokok sambil dilemparkan begitu saja.
Ketika aku bersama beberapa teman hendak memberi sedekah makanan yang biasanya ditaruh di masjid-masjid setiap hari Jumat, adikku yang kebagian tugas menyiapkan sedekah makanan memberi pilihan,
"Mau nasi kotak atau nasi bungkus biasa Mas?"
Aku memilih nasi kotak, meskipun harganya sedikit lebih mahal sehingga jumlahnya nanti pun tidak sebanyak nasi bungkus.
Sementara di masjid lingkungan rumahku, dulu setiap selesai salat Jumat selalu ada pembagian nasi bungkus.Â
Baca juga : Parsel, Sedekah dan Kedermawanan di Bulan Baik
Namun beberapa bulan terakhir, takmir masjid meniadakan pembagian nasi bungkus dan sebagai gantinya mengajak semua jamaah untuk makan bersama di rumah salah satu warga di dekat masjid.Â