"Seperti yang dicontohkan dan dinasihatkan Ibuku, memberi sedekah makanan yang disajikan dengan baik dan diberikan dengan penuh perasaan akan besar nilainya."
"Jangan lupa pak Hansip yang jaga di pos depan di beri juga ya," kata Ibuku mengingatkan.
Waktu itu, di rumah Ibuku baru selesai pengajian rutin. Â Semua jamaah pengajian sudah pulang setelah menikmati hidangan yang kami sajikan. Mendengar perkataan Ibuku, aku lalu menyiapkan sepiring nasi beserta lauk pauknya.
"Lho, mana minumannya?" tanya Ibuku saat melihat aku membawa sepiring makanan.
"Di pos Hansip sudah ada minuman Bu."
"Jangan begitu. Kalau kamu memberi makanan, sertakan sekalian minumannya. Ini juga, masa memberi makanan kok awut-awutan gini?" kata Ibu lalu mengambil piring yang hendak kubawa ke pos Hansip.
Ibu lalu menyiapkan piring kosong dan mengisinya dengan nasi. Kemudian, lauk pauk dan sayurnya ditata dengan baik, tidak awut-awutan seperti yang kulakukan tadi. Tak lupa, disiapkannya pula segelas teh hangat.
"Nah, sekarang bawa ke pos Hansip sana," kata Ibu sembari menyerahkan piring nasi beserta segelas teh hangat.
Usai menyerahkan makanan dan minuman itu ke Hansip yang berjaga di pos depan rumah, aku menemui Ibu dan bertanya mengapa hidangan nasi itu harus diatur rapi dan indah.
Ibu menjawab, "Makanan itu sedekah dengan harta. Sedangkan menghidangkannya dengan baik dan indah itu sedekah perasaan. Sedekah yang pertama dapat memenuhi perut, sedangkan yang kedua memenuhi hati.
Baca juga :Pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
Sedekah dengan harta akan menimbulkan perasaan di hati pak Hansip bahwa ia seorang peminta-minta yang kita beri sisa-sisa makanan. Kalau kita menghidangkannya dengan baik dan indah, itu akan menimbulkan perasaan bahwa ia adalah teman akrab atau tamu yang terhormat.
Inilah bedanya pemberian dengan harta dan pemberian dengan hati. Banyak orang bisa bersedekah harta, tapi sedikit sekali orang yang mau bersedekah dengan hati, karena merasa ia sudah memberikan hartanya."
Benar apa yang dikatakan Ibuku. Sering aku melihat orang-orang yang bersedekah makanan, mereka memberikannya ala kadarnya. Malah ada pula yang memberi sedekah bahan pokok sambil dilemparkan begitu saja.
Ketika aku bersama beberapa teman hendak memberi sedekah makanan yang biasanya ditaruh di masjid-masjid setiap hari Jumat, adikku yang kebagian tugas menyiapkan sedekah makanan memberi pilihan,
"Mau nasi kotak atau nasi bungkus biasa Mas?"
Aku memilih nasi kotak, meskipun harganya sedikit lebih mahal sehingga jumlahnya nanti pun tidak sebanyak nasi bungkus.
Sementara di masjid lingkungan rumahku, dulu setiap selesai salat Jumat selalu ada pembagian nasi bungkus.Â
Baca juga : Parsel, Sedekah dan Kedermawanan di Bulan Baik
Namun beberapa bulan terakhir, takmir masjid meniadakan pembagian nasi bungkus dan sebagai gantinya mengajak semua jamaah untuk makan bersama di rumah salah satu warga di dekat masjid.Â
Makanannya dihidangkan secara prasmanan, lengkap dengan buah-buahan segar dan minumannya.
Seperti yang dicontohkan dan dinasihatkan Ibuku, memberi sedekah makanan yang disajikan dengan baik dan diberikan dengan penuh perasaan besar nilainya di sisi Allah dan di dalam perasaan orang yang menerima sedekah. Â
Bukan berarti memberi sedekah nasi bungkus tidak ada nilainya.Â
Tapi, alangkah lebih baik lagi bila makanan itu disajikan dengan layak, hingga si penerima sedekah dapat menikmatinya dengan hati yang senang dan penuh rasa terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI