Sudah belajar cara membuat kopi yang enak?Â
Sekarang, coba sajikan kopi buatanmu kepada beberapa orang teman atau keluarga sekaligus. Tanyakan pada mereka, bagaimana rasa kopi racikanmu itu.
Mungkin ada yang bilang enak, rasanya pas, aroma kopinya sangat terasa. Intinya, ada yang menikmati dan senang dengan kopi racikanmu.
Mungkin pula ada yang bilang gulanya atau susunya terlalu banyak, kopinya terlalu pahit. Jangan cepat tersinggung jika ada yang berkomentar seperti itu. Bukan karena mereka tidak menghargai, melainkan kopi racikanmu yang barangkali tidak sesuai dengan selera mereka.
Selera Setiap Orang Berbeda terhadap Tulisan Kita
Tulisan juga sama seperti minuman kopi atau masakan secara umum. Setiap penulis memiliki resep rahasia dan cara meracik bumbu kata-kata yang berbeda.
Biasanya aku membutuhkan waktu empat hingga lima jam atau bahkan berhari-hari untuk artikel yang panjangnya sekitar satu hingga dua ribu kata. Itu baru satu artikel, belum lagi buku, yang mungkin membutuhkan waktu beberapa bulan, bertahun-tahun, bahkan beberapa dekade bagi penulis untuk menyelesaikannya.
Sebagai contoh, Margaret Michell harus menulis selama hampir sepuluh tahun sebelum bisa menerbitkan Gone with the Wind. Victor Hugo menghabiskan 16 tahun menulis dan memoles mahakarya Les Miserables. Dengan investasi waktu yang sangat besar, apakah masuk akal jika penulis mengharapkan orang lain menyukai tulisan mereka?
Tentu saja! Bentuk penghargaan dari karya tulis kita adalah saat setiap kata-kata yang kita tuliskan dapat dibaca setiap orang. Tetapi, kenyataannya tidak seindah yang kita bayangkan.
Sebagian besar pengalaman menulisku adalah menulis di Kompasiana. Beberapa tulisan kutayangkan di blog pribadi. Sedangkan artikel-artikel ilmiah lebih banyak kuungah di situs Academia.
Meskipun banyak di antara ribuan artikel yang telah kuterbitkan di Kompasiana mendapat puluhan ribu hit atau bahasa sederhananya dibaca banyak orang, artikel-artikel lainnya nyaris tidak memiliki peminat.
Beberapa artikel dengan topik yang aku minati dan lumayan serius seperti tips menulis maupun self-improvement (peningkatan diri) hampir tidak memiliki pembaca. Sementara artikel-artikel ringan yang kadang kutulis sambil lalu malah diminati banyak pemirsa.
Saat mendapati artikel yang sudah kutulis dengan susah payah itu hanya sedikit mendapat umpan balik, kuakui itu sering membuatku frustasi. Tetapi, ketika aku menerapkan pelajaran menulis dari secangkir kopi ini, aku merasa jauh lebih baik.
Jangan Berharap Semua Orang Menyukai Tulisan Kita
Tidak semua orang, sekalipun itu keluarga dan teman dekat, dapat menghargai dan menikmati kopi yang kubuat. Lantas, haruskah aku mengharapkan jutaan pembaca di internet, yang tidak memiliki ikatan nyata dengan diriku akan dapat menyukai dan menikmati artikel yang kutulis? Tentu saja tidak!
Jangankan diriku yang hanya remahan rengginang di dunia penulisan, banyak penulis terkenal lainnya mengalami hal yang sama: karya tulis mereka tidak mendapat respon pembaca.
Berbicara tentang selera terhadap tulisan, ingat-ingat saja betapa novel Carrie dari Stephen King pernah ditolak 30 penerbit, sementara seri pertama Harry Potter milik J.K. Rowling baru diterbitkan oleh penerbit ke-13, yang bernama Bloomsburry.Â
Jadi, jangan berharap bahwa semua orang lain akan menyukai tulisan kita. Agar tidak merasa kecewa dan frustasi saat mendapatkan kenyataan tulisan kita hanya dibaca sedikit orang, ubah ekspektasi dan harapan kita menjadi lebih masuk akal. Bahwa selama beberapa orang membaca artikel yang kita buat, memberi rating dan berkomentar baik, itu sudah cukup untuk membuat kita senang.
Baca juga:Â Pelajaran Menulis dari Secangkir Kopi (bagian 1)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI