Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia Darurat Humor, Ketika Tertawa "Dilarang" Negara

18 Juni 2020   22:53 Diperbarui: 18 Juni 2020   22:56 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan humor, arti dari kalimat kritik bisa diterima tanpa rasa bersalah (ilustrasi diolah dari Canva)binta

Tertawalah Sebelum Tertawa itu Dilarang 

Dulu saat menonton film Warkop DKI, aku tidak mengerti maksud dari tulisan "Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang". Kupikir, masa iya orang tertawa itu dilarang? Aturan macam mana itu?

Sekarang, akhirnya aku paham akan makna tersembunyi di balik tulisan yang ada di setiap film Warkop DKI tersebut. Tertawa, yang menjadi hak asasi setiap manusia kini seolah menjadi perbuatan terlarang, di negaraku sendiri.

Dua kasus beruntun yang menghiasi media massa tanah air menyadarkanku akan makna simbolis dari kutipan yang ada di film-filmnya Dono, Kasino dan Indro. Pertama, saat komika Bintang Emon difitnah buzzer sebagai pemakai narkoba.

Padahal, Bintang Emon hanya mengunggah video lucu-lucuan yang mengkritik tuntutan Jaksa Fedrik terhadap tersangka dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Videonya tidak menyerang pribadi maupun institusi. Bintang Emon hanya memberikan opini satir terhadap tuntutan tersebut lewat video pendeknya.

Meski begitu, ternyata banyak pihak yang kepanasan seperti cacing yang ditaruh di gurun pasir sahara. Bintang Emon difitnah, akun media sosialnya hendak diretas. Tak hanya itu, pihak-pihak yang kelojotan dengan kritik berupa humor itu juga "menyerang" orang-orang terdekat Bintang Emon.

Kasus yang kedua, yakni ketika Ismail Ahmad, warga Maluku Utara diperiksa polisi hanya karena dia memposting kutipan Gus Dur tentang polisi jujur.

"Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng" (Gus Dur), tulis Ismail di akun Facebook-nya. Setelah bertengger di lini masa media sosial, dua jam kemudian Ismail dijemput polisi di rumahnya.

Mereka dari Polres Sula dan meminta Ismail ke kantor polisi untuk dimintai keterangan terkait unggahannya di Facebook. Saat itu, kata Ismail, keluarganya merasa takut mengetahui dirinya didatangi polisi.

"Awalnya mereka datang, mereka bilang ke kantor dulu untuk klarifikasi masalah saya punya postingan gitu," tutur Ismail.

Kapolres Kepulauan Sula AKBP Muhammad Irvan membenarkan pihaknya memanggil Ismail Ahmad terkait unggahan ucapan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di akun Facebooknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun