Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Idul Fitri 1441 H, Paling Berkesan Sekaligus Mengharukan

24 Mei 2020   20:18 Diperbarui: 24 Mei 2020   20:17 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lebaran kali ini, saling menanyakan kabar dan bertukar cerita saja sudah cukup membuat bahagia (dokpri)

Kelak, kita akan mengingat Hari Raya Idul Fitri 1441 H adalah Idul Fitri yang paling berkesan, sekaligus mengharukan. Sejarah pun akan mencatat, ini pertama kalinya umat Islam sedunia memanfaatkan teknologi sepenuhnya untuk saling bersilaturahmi.

Di saat sebagian umat Islam di Indonesia harus salat Id di rumah, aku bersyukur masjid di kampungku masih menggelar salat Id berjamaah. Itu pun dengan protokol kesehatan yang ketat.

Heningnya Suasana Lebaran di Tengah Pandemi

Shaf salat dibuat berjarak. Warga yang hendak ikut salat Id diwajibkan membawa sajadah sendiri dan memakai masker. Takmir masjid sendiri sudah menyediakan masker gratis untuk berjaga-jaga bila ada warga yang lupa atau memang sengaja bandel tidak memakai masker dari rumah. Di pintu masjid, setiap orang yang hendak masuk masjid harus membasuh kedua tangan dengan handsanitizer.

Khutbah Salat Id yang biasanya cukup lama kali ini singkat saja. Khatib berpesan kepada jamaah untuk senantiasa menjaga iman dan takwa. Mengutip firman Allah dalam surah Al Balad ayat 10-16, khatib menjelaskan bahwa amalan ketakwaan yang utama saat dunia dilanda pandemi, saat banyak umat manusia ditimpa kemalangan adalah bersedekah.

"...atau memberi makan pada hari kelaparan (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir" (QS. Al Balad: 14-16).

Usai salat, tak ada jabat tangan seperti yang biasanya kami lakukan untuk mengucapkan salam Idul Fitri ke setiap orang terdekat yang kami temui. Tak ada pula tradisi berkunjung-kunjungan, sekalipun itu ke tetangga sekitar. Seolah-olah, virus corona membuat jarak diantara kami kian menjauh.

 Praktis, suasana kampung benar-benar sepi dan hening. Kami memang berlebaran, tapi tidak merayakan.

Heningnya suasana lebaran membuat kerinduan pada keluarga di kampung halaman semakin membuncah. Tak ada jalan lain selain melampiaskan kerinduan itu dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi yang ada.

Bersilaturahmi Visual Lewat WhatsApp Grup

Satu per satu kami menghubungi dulu paman dan bibi, dan beberapa saudara jauh ayah ibu kami yang dituakan. Setelah itu, melalui pesan di grup WhatsApp keluarga, kami janjian untuk video call bersama. Bukan dengan Zoom atau Google Meet, kami bersilaturahmi virtual lewat menu panggilan grup di WhatsApp. Lebih sederhana, dan tak banyak memakan kuota internet.

Memang, fitur panggilan grup di WhatsApp tidak bisa diikuti banyak orang. Hanya 8 pengguna WhatsApp saja yang bisa diundang. Tapi itu sudah cukup karena kami hanya 7 bersaudara.

Akhirnya, kerinduan itu terlampiaskan. Ada rasa haru yang menyesakkan dada ketika kami saling bertatap muka lewat layar ponsel. Saling bertanya kabar dan mendoakan semoga semua sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

Dari banyak kabar yang ingin kudengar dari saudara di kampung halaman, satu kabar yang membuatku penasaran adalah apa di sana masih menggelar tradisi Bancakan.

Tradisi Bancakan pada Lebaran sebelum pandemi (dokpri)
Tradisi Bancakan pada Lebaran sebelum pandemi (dokpri)

Di kampungku Tenggilis, Surabaya, Bancakan adalah tradisi yang mengiringi perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Usai melaksanakan salat Id, setiap keluarga membawa "asahan", atau masakan yang biasanya berupa nasi satu tempeh beserta lauknya ke masjid atau musholla terdekat. 

Jika tak sempat memasak, beberapa warga membawa buah-buahan atau minuman. Jika dalam satu lingkup musholla ada 10 keluarga, bisa dipastikan disana juga tersedia 10 "asahan".

Sebelum makan bersama, sesepuh kampung angkat bicara. Biasanya mengingatkan warga perihal ibadah puasa yang sudah dilalui atau petuah kebajikan lainnya. Setelah itu, doa pun dipanjatkan. Bersyukur atas kesehatan dan kesempatan umur yang sudah diberikan, hingga bisa merayakan Idul Fitri di tahun ini. Dan semoga masih diberi kesempatan dan usia yang panjang, untuk bisa berjumpa lagi dengan Ramadan tahun depan.

Kemudian, satu per satu "asahan" dibagi. Satu "asahan" biasanya untuk 3-4 orang. Kadang, saking banyaknya warga yang membawa, satu "asahan" hanya dihadapi 2 orang saja. Jadinya seperti saling bertukar "asahan". Jika tidak sampai habis dimakan, sisa masakan dibawa pulang, atau "mberkat". Tak ada warga yang pulang ke rumah tanpa membawa "berkat".

Lebaran Paling Berkesan Sekaligus Mengharukan

Saat aku menanyakan Bancakan, dengan raut muka sedih kakak-kakakku yang tinggal di Tenggilis menjawab untuk kali ini Bancakan ditiadakan. Beberapa minggu sebelum Ramadan berlalu, sesepuh kampung bersama petugas dari Dinas Kesehatan sudah memberi sosialisasi pada warga pentingnya menjaga kesehatan bersama dengan tidak mengadakan kegiatan yang mengumpulkan orang banyak.

Alhasil, untuk pertama kalinya dalam sejarah kampungku, tidak ada tradisi Bancakan usai salat Id. Sama seperti suasana di kampungku di Malang, setelah salat, warga langsung pulang ke rumah masing-masing. Mereka hanya berkunjung ke saudara-saudara dekat saja.

Lebaran di tengah pandemi ini membuat kita semua harus mampu menahan rindu. Baik itu rindu pada keluarga dan orang tercinta, maupun rindu suasana lebaran seperti dulu. Mau bagaimana lagi, ini semua demi kesehatan dan keselamatan bersama.

Namun, bukan berarti lebaran kali ini harus dilalui dengan kesedihan. Melalui teknologi yang ada, saling menanyakan kabar dan bertukar cerita saja sudah cukup membuat bahagia. Meski tubuh tak bisa bersua, namun doa dan kasih sayang masih bisa kita rasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun