Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lebaran Tanpa Ibu, Momen Tersulit di Ramadan Tahun Ini

5 Mei 2020   06:35 Diperbarui: 5 Mei 2020   06:46 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanpa Ibu, suasana lebaran berkurang maknanya (dokpri)

"Mas, lebaran nanti pulang ke Surabaya gak?" tanya adikku lewat pesan singkat.

"Lho, gimana mau pulang. Kondisi kayak gini kan gak bisa ke luar kota, Yan."

"Iya. Cuma....rasanya sepi. Apalagi Ibu sudah gak ada...."

Tanpa bertatap muka langsung pun aku bisa membayangkan raut kesedihan di wajah adikku. Ramadan tahun ini adalah Ramadan tersulit yang pernah kami hadapi.

Awal tahun ini, Ibu meninggalkan kami untuk selamanya. Sindrom Mielodisplasia mengantarkan Ibu berpulang ke hadirat-Nya.

Sebelum pandemi Covid-19 menyelimuti seluruh dunia, aku sudah berjanji untuk tetap pulang ke Surabaya sekalipun Ibu tidak ada lagi di tengah-tengah kami yang hendak merayakan keceriaan hari raya. Selama ini, sejak menikah dan tinggal di luar kota Surabaya aku selalu menyempatkan pulang untuk merayakan lebaran di rumah Ibu.

Seakan sudah menjadi kesepakatan tidak tertulis dan tradisi di keluargaku, kalau Hari Raya Idul Fitri aku dan istri serta anak-anak merayakan di Surabaya. Sedangkan saat Hari Raya Idul Adha, aku merayakannya di tempat tinggal mertua.

Di Surabaya, semua keluarga dari pihak Ayahku tinggal di sana. Saat Hari Raya Idul Fitri tiba, itulah kesempatan bagi keluarga besar Ayah dan Ibu untuk berkumpul, bersilaturahmi, saling memaafkan setiap kesalahan.

Setelah itu, giliran kami pergi ke kampung halaman ibuku di Blora, Jawa Tengah. Sama seperti di Surabaya, saat hari raya Idul Fitri keluarga besar ibuku berkumpul dan bersilaturahmi bersama.

Tahun ini, semua kebiasaan dan tradisi lebaran kami menjadi sirna. Takdir Allah telah mengubah segalanya. Ibu tiada, virus corona pun merajalela.

Seperti kebanyakan masyarakat Indonesia yang tengah menghadapi pandemi, kali ini kami harus berlebaran tanpa bisa berkumpul bersama keluarga besar. Aku bisa membayangkan, rumah ibu di Surabaya akan sepi, hanya tinggal adikku dan keluarga kecilnya.

Tanpa Kehadiran Ibu, Suasana Lebaran Berkurang Maknanya

Namun, sekalipun pandemi Covid-19 sudah mereda sebelum hari raya, tetap saja lebaran kali ini akan terasa berbeda. Tanpa kehadiran Ibu di tengah-tengah kami, suasana lebaran seolah berkurang maknanya.

Bagaimanapun juga, di kalangan masyarakat Indonesia, lebaran identik dengan momen meminta maaf pada orangtua. Begitu pula dalam tradisi keluarga kami.

Usai salat di masjid, Ibu duduk di kursi tamu, sementara anak cucunya berbaris, menunggu giliran menghaturkan permintaan maaf. Dimulai dari keluarga kakakku yang pertama, dan berurutan hingga adikku yang bungsu.

Ramadan dan lebaran tahun ini, momen-momen kebersamaan kami bersama ibu hanya bisa kami kenang. Hati kami masih belum bisa melupakan indahnya kehangatan dan kasih sayang yang selalu dilimpahkan ibu kepada setiap anak dan cucunya.

2 Nasehat Yang Selalu Diberikan Ibu

Salah satu kenangan yang tidak terlupakan adalah selembar sajadah pemberian ibuku. Saat itu, aku berpamitan hendak merantau ke luar pulau. Sebelum berangkat, ibu memberiku sajadah putih, sembari berpesan, ""Hati-hati", kata Ibu sambil menyerahkan sebuah sajadah kepadaku. "Ini sajadah kesayangan almarhum Bapakmu. Bawalah, biar kamu selalu ingat untuk salat tepat waktu".

"Hati-hati" dan "Jangan lupa salat" adalah dua nasehat pendek yang selalu Ibu sampaikan. Setiap kali aku ditugaskan perusahaanku ke luar pulau untuk keperluan pekerjaan dari kantorku, dua nasehat itu selalu Ibu selipkan waktu aku berpamitan dan meminta do'a restu.

Menurut Ibu, sikap hati-hati tidak hanya ditujukan dalam hubungan sesama manusia. Namun, sikap hati-hati, juga harus ditujukan saat kita berhubungan dengan Sang Pencipta. Manusia itu mudah lupa untuk bersyukur atas segala nikmat yang sudah kita peroleh. Bahwa semua rezeki yang kita dapatkan tak lain adalah buah pemberianNya. Semakin banyak rezeki, semakin besar pula godaan terhadap kita untuk jauh dari Sang Pencipta.

Ibu juga menjelaskan, hidup itu ibarat menunggu waktu salat.

"Kamu bekerja, beraktivitas segala macam, tak lain hanya sekedar menunggu waktu salat tiba. Kamu dikatakan muslim, itu juga berkat salatmu,"  kata Ibu menjelaskan nasehat pendeknya.

Ramadan dan lebaran tahun ini, tak ada lagi ibu yang bisa menemani. Tak ada lagi ibu yang menangis terharu, menerima dengan penuh kasih sayang ungkapan "Minal Aidzin wal Faizin" yang dihaturkan anak cucunya. Tak ada lagi ibu yang tertawa riang gembira menyambut kedatangan anak cucunya yang tinggal di luar kota.

Semua tinggal kenangan yang menyisakan untaian doa-doa panjang, untuk Ibu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun