Lantas, apa pelajaran yang bisa kita ambil dari brosung nasi kucing ini?
1. Niat Positif
Niat pemasaran merek kita seharusnya untuk membantu memberi informasi kepada publik. Dalam brosurnya, PT. Meong Food selaku produsen nasi kucing menginformasikan produknya selengkap-lengkapnya, dengan bahasa yang sangat menggelitik pembacanya.
Tidak ada yang ditutupi, bahkan brosur itu juga menginformasikan nasi kucing tidak cocok untuk bayi ditambah saran untuk segera minum air yang banyak bila tersedak atau kepedasan. Kurang apalagi coba?
Saat pandemi seperti ini, masyarakat cenderung menginginkan informasi. Konsumen tidak ingin dijual, mereka ingin diyakinkan.
Karena itu, strategi pemasaran yang efektif saat ini adalah memberi informasi seputar situasi terkini. Â Misalnya, jika kita punya usaha makanan atau minuman, berikan konsumen ide tentang bagaimana mereka bisa memasak makanan lezat di rumah, dengan harga terjangkau.
Kita juga bisa memberi informasi tentang menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat terlepas dari apapun produk yang kita pasarkan. Dengan begitu, konsumen masih memiliki keterikatan dengan merek kita. Kesadaran merek konsumen tetap terjaga. Ingat, saat kabut kecemasan melanda masyarakat, niat kita harus positif dan tidak boleh memanfaatkan situasi hanya untuk menjual produk saja.
2. Tidak perlu menyebut virus corona berdasarkan nama
Meski menunggangi event piala dunia, brosur nasi kucing hanya menyebutnya satu kali saja. Selebihnya, dia menginformasikan kelebihan produknya.
Strategi pemasaran saat dunia dilanda pandemi tidak berarti naskah iklan kita harus menyebutkan nama virusnya. Penyebutan penyakit secara khusus hanya akan menyebabkan lebih banyak stres. Biarkan konsumen cukup mendengarnya lewat berita.
3. Jadilah Sensitif
Piala Dunia adalah event hiburan olahraga. Maka, bahasa yang digunakan brosur nasi kucing itu juga menghibur, malah sangat menghibur.
Bagaimana bila dunia dilanda pandemi? Seperti apa bahasa yang harus digunakan untuk pemasaran produk?