Dalam hal komunikasi massa, Jokowi saya anggap masih mementingkan pencitraan pribadi. Kita bisa lihat saat Jokowi bagi-bagi sembako di jalan, padahal dia sendiri yang menghimbau adanya pembatasan sosial. Begitu pula dengan bantuan sosial, ditulis sebagai Bantuan Presiden, bukan Bantuan Pemerintah.
Kebijakan yang diambil Jokowi juga tidak mencerminkan empati pada rakyat. Program kartu prakerja dianggap banyak pihak hanya buang-buang anggaran negara. Sementara itu, proyek ibukota baru terus dipaksakan meski keuangan negara babak belur dihajar corona.
Akan halnya Jacinda Ardern yang sudah berhasil mengurangi kasus positif corona di negaranya, pemerintah Indonesia masih harus bekerja keras. Hingga per Jumat (24/3), sudah ada lebih dari 8 ribu kasus positif corona. Setiap hari ada penambahan kasus positif baru rata-rata 300 kasus.
Memang benar, pasien yang sembuh juga semakin bertambah hingga menembus angka 1000 pasien. Namun, jika tidak diiringi dengan penurunan kasus positif, tingkat kesembuhan itu seolah hanya pemanis belaka.
Keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 Â di Selandia Baru, tentu saja, tidak mutlak hasil dari kerja keras Jacinda Ardern saja. Keberhasilan Selandia Baru merupakan produk dari upaya kolektif yang mengesankan dari lembaga-lembaga kesehatan masyarakat, politisi oposisi, dan warga Selandia Baru secara keseluruhan, yang sebagian besar mematuhi aturan pembatasan sosial.
Sebagaimana yang dikatakan Ardern,
"Kami memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu yang belum dicapai negara lain: penghapusan virus," kata Ardern kepada wartawan pekan lalu. "Tapi itu akan terus membutuhkan tim 5 juta orang di belakangnya."
Benar kata Ardern, untuk membendung penyebaran virus corona di Indonesia, butuh tim 270 juta orang di belakang setiap kebijakan yang diambil pemerintah. Namun, mengapa hingga saat ini terasa sulit sekali?
Indonesia memang bergelimang pejabat, tapi miskin pemimpin yang berjiwa pemenang. Pandemi Covid-19 sepatutnya dilihat dari sudut pandang kemanusiaan. Bukan menjadi piranti untuk menaikkan posisi tawar, hitung-hitungan untung rugi investasi, apalagi sebagai alat kampanye berkedok misi kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H