Masyarakat Indonesia patut berterima kasih kepada Tony Richard. Atas nama Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Richard yang menjabat ketua umum di KPCDI mengajukan judicial review Peraturan Presiden nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Gugatan yang diajukan itu meminta Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan peraturan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan karena merugikan masyarakat terutama pasien cuci darah. Dalam persidangan yang dipimpin hakim MA Supandi bersama hakin anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan yang diajukan Tony Richard.
"Menyatakan pasal 34 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 75 tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Presiden no 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengutip putusan hakim.
Atas putusan tersebut, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nuhara mengatakan masih mendalami keputusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Suahasil Nuhara juga mengakui alasan utama dari keputusan pemerintah menaikkan iuran adalah karena defisit yang dialami BPJS Kesehatan.
"Jadi sebenarnya, kenaikan itu adalah untuk bisa menambal defisitnya BPJS. Nah, dengan adanya putusan tadi, kita akan pelajari dan diskusikan implikasinya," kata Suahasil Nuhara, Senin (9/3).
Implikasi yang dimaksud Wamenkeu salah satunya adalah restitusi atau pengembalian kelebihan iuran yang sudah terlanjur dibayarkan peserta BPJS Kesehatan. Seperti yang sudah kita ketahui, kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai berlaku per 1 Januari 2020.
Dari masa berlaku hingga pelaksanaan putusan MA oleh pemerintah nanti, itu berarti peserta BPJS Kesehatan mempunyai kelebihan pembayaran minimal tiga bulan (Januari-Maret).
Jika pemerintah tidak segera melaksanakan putusan MA, peserta BPJS masih akan membayar iuran sesuai tarif terbaru. Dengan begitu, beban pemerintah untuk mengembalikan kelebihan pembayaran juga akan semakin besar.
Pertanyaannya, bagaimana mekanisme restitusi tersebut?
Mekanisme Pengembalian Kelebihan Iuran BPJS Kesehatan
Pemerintah tentu tidak akan mengembalikan kelebihan iuran tersebut secara tunai. Repot. kan, seandainya setiap peserta BPJS Kesehatan harus antri hanya untuk mengambil uang kelebihan iuran yang mungkin bisa dianggap recehan.
Mekanisme restitusi yang paling mungkin bisa dilakukan pemerintah adalah dengan mengurangi iuran BPJS sejumlah kelebihan yang sudah terlanjur dibayarkan.
Misalnya, saya sudah membayar iuran BPJS Kesehatan kelas 3 sesuai tarif baru selama tiga bulan (Januari-Maret). Berdasarkan keputusan MA, berarti saya punya kelebihan pembayaran sebesar Rp. 49.500 untuk pembayaran tiga bulan tersebut. Kelebihan ini saya dapatkan dari selisih tarif baru (Rp. 42 ribu) dengan tarif lama (Rp. 25.500) sebesar Rp. 16.500 dikalikan tiga bulan.
Kemudian, jika pemerintah melaksanakan putusan MA pada bulan April, maka di bulan tersebut saya mendapat gratis iuran BPJS Kesehatan. Pada bulan Mei, saya hanya perlu membayar iuran sebesar Rp. 1.500 karena saya masih punya kelebihan iuran sebesar Rp. 24 ribu.
Terkesan merepotkan, tapi ini sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengembalikan kelebihan iuran peserta BPJS sebagai konsekuensi logis atas putusan MA. Â
Bagaimana bila pemerintah tidak mau mengembalikan kelebihan iuran peserta BPJS Kesehatan?
Dosa Berjamaah Pemerintah Bila Tidak Mematuhi Putusan MA
Boleh saja, itu jika pemerintah mau menanggung "dosa berjamaah". Artinya, putusan MA itu menjadi beban moral bagi pemerintah. Sekalipun BPJS Kesehatan sedang mengalami defisit dan kondisinya berdarah-darah, pemerintah wajib mengembalikan kelebihan iuran peserta.
Seandainya pemerintah ingin menggunakan kelebihan pembayaran itu untuk menambal defisit BPJS Kesehatan, pemerintah harus mengumumkan dan meminta ijin peserta. Jika memungkinkan, pemerintah harus "mengemis" pada peserta agar mengikhlaskan kelebihan pembayaran itu.
Dengan adanya putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk menaikkannya di lain kesempatan.
Karena itu, pemerintah harus memutar otak mencari jalan lain untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan yang kian membesar.
Salah satu caranya adalah dengan mengencangkan ikat pinggang. Sudah menjadi rahasia umum salah satu penyebab defisit BPJS Kesehatan adalah biaya yang gila-gilaan. Mulai dari kegiatan-kegiatan yang kerap diadakan secara "wah" hingga gaji pegawai BPJS Kesehatan yang membuat iri pegawai pemerintah lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H