Di luar efek dan stigma negatif yang melekat, ganja sudah dipergunakan sebagai salah satu alternatif bahan obat. Banyak negara sudah melegalkan ganja, terutama sebagai obat-obatan untuk kondisi tertentu.
Namun, legal bukan berarti aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Legal juga bukan berarti ganja bisa digunakan untuk keperluan rekreasi atau bersenang-senang.
Terlepas dari kegunaannya sebagai obat, ganja tetap memiliki efek yang merusak tubuh. Berikut 5 fakta tentang ganja sebagai obat dan efek sampingnya.
1. Sekilas tentang Ganja
Ganja adalah produk yang dihasilkan dari tanaman ganja (Cannabis), yakni genus tanaman berbunga dalam keluarga Cannabaceae. Ada tiga spesies Cannabis yang dikenal umum, yakni Cannabis sativa, Cannabis indica, dan Cannabis ruderalis. Ganja dikenal pula dengan sebutan mariyuana.
Beberapa varietas ganja yang dibudidayakan untuk keperluan non-narkoba telah lama digunakan untuk serat rami, biji rami dan minyaknya. Di beberapa daerah, penduduk setempat menggunakan daun ganja untuk bahan sayuran.
2. Senyawa Kimia dalam Ganja
Ganja yang diambil dari daun dan bunga tanaman ganja mengandung setidaknya 113 senyawa cannabinoid. Masing-masing memiliki efek berbeda pada tubuh.
Cannabinoid adalah salah satu golongan senyawa kimia beragam yang bekerja pada reseptor cannabinoid, yang merupakan bagian dari sistem endocannabinoid yang ditemukan dalam sel yang mengubah pelepasan neurotransmitter di otak. Dalam tubuh manusia, reseptor cannabinoid terlibat dalam berbagai proses fisiologis termasuk nafsu makan, rasa sakit, suasana hati, dan memori.
Pada ganja, cannabinoid yang digunakan sebagai bahan obat-obatan adalah tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD).
3. Efek Menggunakan Ganja Bagi Tubuh Manusia
Ada banyak cara menggunakan ganja, dan masing-masing mempengaruhi pengguna secara berbeda. Bahan kimia utama ganja adalah tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD), yakni senyawa yang terlibat dalam proses pelepasan neurotransmitter di otak.
Karena itu, efek utama dari penggunaan ganja tentu saja terdapat dalam otak manusia. Khususnya bagian otak yang bertanggung jawab atas ingatan, pembelajaran, perhatian, pengambilan keputusan, koordinasi, emosi, dan waktu reaksi.
Apa efek jangka pendek dari penggunaan ganja pada otak manusia?
Pengguna ganja yang berat dapat memiliki masalah jangka pendek dengan perhatian, ingatan, dan pembelajaran, yang dapat memengaruhi hubungan dan suasana hati. Efek ini dapat bertahan seminggu atau lebih setelah terakhir kali seseorang menggunakannya.
Dalam jangka panjang, ganja dapat mempengaruhi perkembangan otak. Ketika ganja digunakan mulai usia remaja, bahan kimia psikoaktifnya, yakni tetrahydrocannabinol (THC) dapat mengurangi perhatian, memori, dan fungsi belajar serta mempengaruhi bagaimana otak membangun koneksi antara area yang diperlukan untuk fungsi-fungsi ini.
Efek ganja pada kemampuan ini dapat bertahan lama atau bahkan permanen. Dampaknya tergantung pada banyak faktor dan berbeda untuk setiap orang.
Konsekuensi negatif pada otak ini juga tergantung pada jumlah tetrahydrocannabinol (THC) dalam ganja, seberapa sering digunakan, usia penggunaan pertama, dan apakah zat lain (misalnya, tembakau dan alkohol) digunakan pada waktu yang sama.
Selain pada otak, apalagi efek buruk ganja bagi kesehatan tubuh?
Selain berbahaya bagi otak, efek negatif lain dari penggunaan ganja ditentukan oleh bagaimana ganja itu dikonsumsi. Dalam banyak kasus, ganja digunakan dengan cara dihisap dalam bentuk rokok linting, dihisap melalui pipa (bong), atau dalam selongsong cerutu yang dikosongkan lalu diisi ulang dengan ganja.
Karena penggunaan ganja lebih sering dengan dihisap, ganja dapat merusak paru-paru dan sistem kardiovaskular (misalnya jantung dan pembuluh darah). Seperti halnya tembakau, asap dari ganja mengandung banyak racun, iritasi, dan karsinogen.
Namun, dibandingkan merokok tembakau, merokok ganja dapat menyebabkan risiko lebih besar untuk bronkitis, batuk, dan produksi dahak.
Bagaimana bila ganja dicampurkan dalam makanan atau minuman?
Edibel, atau makanan dan minuman yang dicampur dengan ganja memiliki beberapa risiko berbeda dari merokok ganja, termasuk risiko keracunan yang lebih besar. Dibandingkan asap, makanan atau minuman butuh waktu lebih lama untuk dicerna, dan otomatis butuh waktu lebih lama untuk menghasilkan efek.
Karena itu, orang dapat mengkonsumsi lebih banyak ganja agar dapat merasakan efek lebih cepat. Hal ini bisa menyebabkan orang terdorong untuk mengonsumsi ganja dalam dosis yang sangat tinggi dan menghasilkan efek negatif seperti kecemasan dan paranoia. Dalam kasus yang jarang terjadi, penggunaan ganja dengan dosis tinggi bisa menyebabkan reaksi psikotik yang ekstrem (misalnya delusi, halusinasi, berbicara tidak koheren, dan agitasi).
Apakah ganja dapat menyebabkan kecanduan?
Ya, sekitar 1 dari 10 pengguna ganja akan menjadi kecanduan. Untuk orang yang mulai menggunakan ganja saat berusia di bawah 18 tahun, angka itu naik menjadi 1 banding 6.
4. Penggunaan Ganja Sebagai Obat
Ganja medis (medical cannabis) menggunakan tanaman ganja atau bahan kimia di dalamnya untuk mengobati penyakit atau kondisi fisik tertentu. Ini pada dasarnya produk yang sama dengan ganja rekreasi (ganja untuk kesenangan semata), tetapi diambil untuk keperluan medis.
Senyawa cannabinoid yang terdapat dalam ganja, terutama tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD) memang memiliki efek pada otak manusia. Meski terbukti bisa menyebabkan orang merasa "fly" serta merusak fungsi dan respon otak, kedua jenis zat cannabinoid ini juga memiliki manfaat untuk pengobatan.
Dalam dosis yang kecil, THC (mungkin) bisa:
- Mengurangi kecemasan,
- Mengurangi peradangan dan menghilangkan rasa sakit,
- Mengontrol mual dan muntah yang disebabkan oleh kemoterapi kanker,
- Membunuh sel kanker dan memperlambat pertumbuhan tumor
- Merangsang nafsu makan dan meningkatkan berat badan pada penderita kanker dan AIDS
Sementara itu, cannabidiol (CBD) tidak membuat pemakai ganja merasa "fly" karena bahan kimia ini bertindak pada bagian berbeda dari sistem saraf daripada THC. Para ilmuwan berpikir bahan kimia ini dapat membantu anak-anak yang memiliki banyak kejang (berkedut dan menyentak tak terkendali) yang tidak dapat dikontrol dengan obat lain. Efeknya adalah dengan merelaksasi otot-otot yang tegang ketika tubuh penderita mulai kejang.
5. Ganja Masih Terdaftar dalam Kategori Narkotika dan Obat Terlarang
Sekalipun sudah ditemukan manfaatnya untuk pengobatan, tidak banyak penelitian lebih lanjut dari penggunaan ganja sebagai bahan medis. Ini karena bahan kimia utama dalam ganja (THC dan CBD) digolongkan dalam daftar obat "Jadwal 1". Sama dengan heroin/opium, LSD, dan ekstasi, yang kemungkinan besar akan disalahgunakan dan kurang dalam nilai medis. Singkatnya, ganja hingga detik ini masih dianggap sebagai narkotika.
Karena itu, untuk memenuhi Konvensi Narkotika PBB agar zat kimia dalam ganja bisa digunakan sebagai obat, beberapa galur (varietas) ganja telah dibiakkan untuk menghasilkan tingkat tetrahydrocannabinol (THC) yang minimal.Â
Konvensi Tunggal Narkotika PBB adalah perjanjian internasional untuk melarang produksi dan penyediaan obat-obatan spesifik (nominal narkotika) dan obat-obatan dengan efek serupa kecuali di bawah lisensi untuk tujuan tertentu, seperti perawatan medis dan penelitian.
Kesimpulan
Berbagai efek merusak pada otak dan tubuh manusia membuat ganja lebih berbahaya daripada membantu sebagai obat. Masalah lain dengan ganja sebagai obat adalah bahan kimianya tidak persis sama antara satu varietas dengan varietas lainnya. Tidak ada cara untuk mengetahui jenis apa dan berapa banyak bahan kimia bermanfaat yang bisa diperoleh dari tanaman ganja.
Jadi, untuk sementara stigma negatif ganja sebagai tanaman terlarang masih berlanjut. Legalisasi ganja sama artinya dengan merusak tubuh kita sendiri dan merusak tatanan sosial masyarakat kita.
Referensi:
Centers for Disease Control and Prevention:Â Marijuana and Public Health
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H