Macam-macam saja klaim yang dilontarkan Raden Rangga atau Raden Rangga Sasana atau Ki Ageng Rangga atau HRH Rangga. Salah satu petinggi Sunda Empire ini dalam perbincangannya dengan detik.com mengatakan Jack Ma dan Bill Gates adalah pembina Sunda Empire.
"Otomatis, dia (Jack Ma) gabung sama kami sama Bill Gates. Kami anggap jadi pembina dalam pembuatan empire system," ujar Raden Rangga saat berbincang dengan detikcom, Selasa (21/1/2020) malam.
Apa saja arahan kedua tokoh itu kepada Sunda Empire?
"Kaitannya dengan tata cara, e-commerce, berhubungan dengan bank, uang, pelaksanaan, perbankan, semua bidang ada dalam sistem itu," lanjutnya.
Klaim bahwa Jack Ma dan Bill Gates adalah pembina hanya salah satu dari sekian banyak klaim dan pengakuan yang diutarakan Rangga. Termasuk diantaranya adalah pengakuan Sunda Empire bisa menghentikan nuklir dan kekaisaran Sunda Empire lebih tinggi kedudukannya daripada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
"Sunda Empire-Earth Empire itu adalah kekaisaran matahari, kekaisaran bumi. Juga diartikan Sunda itu suku Sunda, tapi ini adalah tindakan, proses turun-temurun kekaisaran dari dinasti ke dinasti dan saat ini dinasti Sundakala," ucap Raden Rangga dalam videonya yang diunggah di akun YouTube dengan nama Pangeran Rangga (His Royal Highness/HRH).
Bagi orang awam biasa (seperti saya), berbagai pengakuan dari Rangga  ini sangat tidak masuk akal. Meski begitu (dan disinilah letak keajaiban Sunda Empire), banyak orang yang percaya. Hal ini terlihat dari sebuah postingan di akun YouTube saat petinggi Sunda Empire memberi arahan pada anak buahnya.
Fenomena kerajaan fiktif seperti Sunda Empire, Kerajaan Agung Sejagat maupun lainnya ditanggapi banyak pihak dari berbagai sudut pandang. Ada yang menilai ini pengalihan isu dari beberapa kasus mega korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri. Ada pula yang menilai ini bentuk ketidakpercayaan masyarakat pada tatanan pemerintahan saat ini.
Tetapi, saya justru menilai fenomena ini dari sudut pandang yang lebih urgen, yakni kesehatan mental.
Banyak pihak yang menganggap pendiri dan pengikut kerajaan fiktif adalah orang yang berhalusinasi. Bahkan beberapa media menjuluki Sunda Empire dan sejenisnya adalah kerajaan halu, akronim dari kerajaan halusinasi.
Tepatkah istilah tersebut?
Ternyata tidak. Yang benar, orang-orang seperti Rangga, Toto atau Fani (Raja dan Ratu Agung Sejagat) adalah orang yang mengidap delusional (kata baku Indonesianya adalah "Waham").
Mengenal Gangguan Delusi
Gangguan delusi (Delusional Disorder), yang sebelumnya disebut gangguan paranoid, adalah jenis penyakit mental serius yang disebut gangguan psikotik (gangguan jiwa). Orang yang memilikinya tidak dapat memberi tahu apa yang nyata dari apa yang ia bayangkan.
Orang yang delusi memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan pada sesuatu yang tidak benar atau berdasarkan kenyataan. Tetapi itu tidak berarti mereka sepenuhnya tidak realistis.
Toto dan Fani misalnya, pasangan raja dan ratu ini bersikap realistis ketika keduanya ditangkap polisi. Keduanya mengaku menyesal sudah "menyebarkan isu" tentang kerajaan Agung Sejagat sehingga membuat kegaduhan.
Orang dengan gangguan delusi sering dapat terus bersosialisasi dengan orang lain. Kehidupan mereka juga berjalan secara normal, terlepas dari subjek khayalan mereka.Â
Perilaku mereka juga tidak aneh sebagaimana perilaku orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) lainnya yang juga memiliki delusi sebagai gejala gangguan jiwa mereka. Â
Jenis Gangguan Delusi
Oleh para ahli, gangguan delusi dibagi menjadi 6 jenis berdasarkan tema utama khayalan mereka.
1. Delusi ErotomanikÂ
Tema utama dari khayalan penderita delusi jenis ini adalah cinta. Orang tersebut percaya seseorang jatuh cinta dengan mereka. Seringkali sosok yang dikhayalkan jatuh cinta ini adalah orang penting atau tokoh terkenal. Pada taraf gangguan yang lebih serius, penderita delusi jenis ini bisa berperilaku menguntit orang yang dalam khayalannya jatuh cinta kepadanya. Â
2. Delusi Grandiose
Orang dengan gangguan delusi grandiose memiliki perasaan harga diri, kekuasaan, pengetahuan dan identitas pribadi yang terlalu tinggi. Mereka percaya bahwa mereka memiliki bakat yang hebat atau sudah membuat penemuan penting.
Contoh paling jelas adalah kasus Sunda Empire dan fenomena kerajaan fiktif belakangan ini. Para pendiri dan pengikutnya termasuk dalam kategori memiliki delusi grandiose.
3. Delusi Cemburu
Banyak yang tidak menyadari jika rasa cemburu berlebihan juga termasuk jenis delusi. Seseorang yang percaya pasangannya tidak setia dianggap memiliki delusi cemburu. Sekalipun terkesan remeh, jangan menganggap enteng rasa cemburu. Penderita delusi cemburu akut sering bisa melakukan kekerasan pada pasangannya.
4. Delusi Persekutorik
Orang dengan delusi jenis ini memiliki keyakinan bahwa dirinya berada dalam bahaya; atau akan mengalami sesuatu yang membahayakan; atau orang lain berencana untuk menyakiti dirinya. Biasanya, penderita delusi persekutorik sering membuat pengaduan pada aparat hukum untuk melaporkan khayalannya tersebut.
5. Delusi Somatik
Orang yang percaya bahwa mereka memiliki cacat fisik atau masalah medis.
6. Delusi Campuran
Orang-orang ini memiliki dua atau lebih jenis delusi yang tercantum di atas.
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, orang-orang seperti Rangga, Toto dan para pengikut kerajaan fiktif adalah orang yang memiliki gangguan delusi grandiose.
Lalu, mengapa banyak yang keliru menyebut perilaku semacam ini sebagai halusinasi?
Halusinasi adalah Gejala Delusi
Memang tidak sepenuhnya salah, karena halusinasi itu termasuk salah satu gejala delusi. Halusinasi adalah proses melihat, mendengar, atau merasakan hal-hal yang tidak benar-benar ada terkait dengan tema khayalannya.
Persepsi mereka terbentuk tanpa adanya stimulus eksternal yang memiliki kualitas persepsi nyata. Misalnya, seseorang yang percaya mereka memiliki masalah bau mungkin sering mencium bau tidak sedap.
 Kata "halusinasi" (dalam versi asli bahasa Inggris, "hallucination") diperkenalkan oleh dokter Sir Thomas Browne pada tahun 1646. Kata ini diturunkan dari kata Latin "alucinari" yang berarti berkeliaran di pikiran. Menurut Sir Thomas Browne, halusinasi berarti semacam penglihatan yang "rusak dan menerima objek-objeknya secara keliru".
Gangguan delusi atau halusinasi memang tidak menular. Tapi, jika masyarakat dan media terus menerus menyiarkan dan menyebarluaskan berita tentang mereka, dikhawatirkan banyak orang yang menganggap obyek khayalan mereka adalah nyata.
Alih-alih menolak, bisa jadi banyak orang yang akan tertarik melakukan hal yang sama: mendirikan kerajaan fiktif, karena dianggap bisa menjadi jalan menuju popularitas. Karena itu, mengutip ungkapan yang dipopulerkan Plastic Jesus, "Please stop making delusional people famous."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H