Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengenal Sindrom Mielodisplasia, Penyakit yang Mengantarkan Ibuku Pulang ke Hadirat-Nya

14 Januari 2020   23:54 Diperbarui: 15 Januari 2020   17:29 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dirawat di Rumah Sakit Islam (RSI) karena didiagnosis tipus, kondisi kesehatan Ibu terus menurun. Jalannya tertatih-tatih, seakan tidak sanggup menyangga beban tubuhnya. 

Wajahnya lesu, sering mengantuk dan tidak mau makan apapun juga. Kalaupun mau karena dipaksa, Ibu langsung memuntahkannya kembali. 

Saat kontrol, dokter di RSI menyarankan supaya Ibu dirujuk ke RSPAL dr. Ramelan, Surabaya. Berbekal surat rujukan itu, Ibu akhirnya kami bawa ke poliklinik hematologi.

Sembari menunggu antrean, kubaca surat rujukan dari dokter RSI. Di bagian diagnosis, tertulis MDS garis miring anemia fracture. Karena sudah menjadi kebiasaan, kucari informasi mengenai hasil diagnosis itu di Google.

Mengenal Sindrom Mielodisplasia

MDS adalah singkatan dari Myelodisplastic Syndrome (Sindrom Mielodisplasia). Penyakit ini dikenal pula dengan istilah praleukimia karena jika tidak segera ditangani, penyakit ini bisa menyebabkan leukimia akut.

Sindrom Mielodisplasia adalah kelainan yang disebabkan oleh sel darah yang terbentuk tidak sempurna alias disfungsional. Pada penderita sindrom mielodisplasia, sumsum tulang tidak mampu menghasilkan sel-sel darah sehat (matang) dan hanya mampu memproduksi sel-sel darah abnormal yang tidak sepenuhnya berkembang. Sel-sel darah abnormal ini akan mati ketika masih di dalam sumsum tulang atau ketika baru memasuki aliran darah.

Semakin lama, jumlah sel yang belum matang dan cacat mulai meningkat lebih banyak daripada sel darah yang sehat. Inilah yang membuat penderita sindrom mudah terkena anemia, infeksi dan perdarahan berlebih.

Tidak ada gejala khusus yang bisa menunjukkan seseorang mengidap Sindrom Mielodisplasia. Meski begitu, beberapa gejala umum yang menyertai diantaranya adalah:

  • Pucat karena anemia;
  • Infeksi yang sering terjadi akibat jumlah sel darah putih matang yang rendah;
  • Mudah memar atau berdarah karena rendahnya jumlah trombosit;
  • Kelelahan;
  • Mudah Sariwan
  • Sesak napas; dan
  • Bintik merah di bawah kulit akibat perdarahan.

Sindrom Mielodisplasia rentan diidap orang lanjut usia di atas 60 tahun. Orang-orang yang pernah menjalani perawatan kemoterapi atau radiasi juga mudah mengidap sindrom ini. 

Selain itu, praleukimia juga mudah diidap oleh orang yang terkena paparan zat kimia dan logam berat seperti asap rokok, pestisida, zat kimia industri seperti benzena serta zat berat seperti timah dan merkuri.

Nilai Hb Menurun, Kondisi Ibu Semakin Kritis

Sewaktu kontrol di poliklinik hematologi RSPAL, dokter spesialis hematologi tidak langsung membenarkan hasil diagnosis awal dari rekan sejawatnya di RSI. Dokter meminta supaya Ibu dibawa ke laboratorium untuk cek darah lengkap.

Usai cek darah, terdorong rasa ingin tahu kubaca laporan hasilnya. Beberapa informasi dari hasil cek darah itu kuketahui, seperti Hb (sel darah) Ibu ternyata dibawah normal, yakni 5. 

Di bagian bawah, kesan dari dokter laboratorium mendukung diagnosis awal. Tertulis di lembar hasil laboratorium, kesan: anemia normokromik normositik dan trombositopenia. Keduanya adalah keadaan yang menjadi faktor penyebab Sindrom Mielodisplasia.

Mengetahui Hb Ibu cuma 5, dokter langsung meminta Ibu supaya dirawat inap. Di hari pertama, Ibu langsung menjalani transfusi darah. Ini terapi pendukung untuk meningkatkan jumlah sel darah dan mempertahankan nilai Hb normal.

Meskipun sudah menjalani transfusi darah, kondisi Ibu terus menurun. Dokter lalu meminta persetujuan untuk melakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (BMP). 

Dokter akan mengambil sampel darah langsung dari pabriknya (sumsum tulang) untuk melihat gambaran sel darah keseluruhan dan pemeriksaan genetik sel, sekaligus pengambilan sampel jaringan sumsum tulang (biopsi) untuk melihat perubahan struktur sel di sumsum tulang.

Setelah berunding dengan saudara yang lain, kami mengizinkan dokter untuk melakukan BMP. Namun, melihat kondisi Ibu yang terus melemah, dokter menunda pengambilan sampel sumsum tulang Ibu.

Pada Jumat (10/1), kondisi Ibu kritis sehingga harus dibawa ke High Care Unit (HCU) Penyakit Dalam supaya bisa mendapat perawatan yang lebih intensif. 

Meski sudah mendapat transfusi darah sampai 4 kantong dan nilai Hb-nya perlahan naik, tapi tensi darah Ibu terus menurun. Pernafasannya pun tambah berat, seolah tinggal satu dua tarikan nafas saja.

Kami sekeluarga sudah pasrah. Kami sadar Ibu hanya tinggal menunggu waktu untuk pulang kembali ke hadiratNya.

Pada Minggu (12/1), semua putra-putri Ibu berkumpul di ruang HCU. Oleh perawat, kami diizinkan untuk menjenguk Ibu, dengan catatan harus masuk satu per satu.

Ketika giliran adik perempuanku yang masuk, dia tidak mau keluar. Dia memaksa untuk terus menunggui Ibu. 

Mungkin melihat kondisi Ibu yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk disembuhkan, serta keinginan kuat dari adik perempuanku, perawat akhirnya mengijinkannya untuk tetap tinggal di ruang HCU menunggui Ibu.

Pukul 10.30, kudengar bunyi layar monitor berdengung datar, tidak bergelombang seperti biasanya. Satu detik kemudian, kudengar pula jerit tertahan adikku lalu disertai tangis sesenggukan.

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Ibu akhirnya pulang, kembali ke hadapan Sang Khaliq.

Beberapa saat kemudian, dokter spesialis hematologi yang merawat Ibu datang ke ruang HCU. Setelah keluar, dokter menemuiku dan meminta maaf tidak kuasa menyelamatkan nyawa Ibu.

Meski sedih, aku mencoba tersenyum dan menyatakan rasa terima kasih sudah berusaha semampunya untuk merawat dan mengobati sindrom mielodisplasia yang diderita Ibu.  

Ketika kutanya penyakit yang diderita Ibu, dokter membenarkan diagnosis awal bahwa Ibu memang menderita Sindrom Mielodisplasia. Sumsum tulangnya tidak mampu lagi memproduksi sel darah yang segar dan normal.

Manusia boleh berusaha sekuat tenaga, tapi nyawa manusia berada di tangan Sang Pencipta. Selamat jalan Ibu, semoga khusnul khotimah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun