Di bagian bawah, kesan dari dokter laboratorium mendukung diagnosis awal. Tertulis di lembar hasil laboratorium, kesan: anemia normokromik normositik dan trombositopenia. Keduanya adalah keadaan yang menjadi faktor penyebab Sindrom Mielodisplasia.
Mengetahui Hb Ibu cuma 5, dokter langsung meminta Ibu supaya dirawat inap. Di hari pertama, Ibu langsung menjalani transfusi darah. Ini terapi pendukung untuk meningkatkan jumlah sel darah dan mempertahankan nilai Hb normal.
Meskipun sudah menjalani transfusi darah, kondisi Ibu terus menurun. Dokter lalu meminta persetujuan untuk melakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (BMP).Â
Dokter akan mengambil sampel darah langsung dari pabriknya (sumsum tulang) untuk melihat gambaran sel darah keseluruhan dan pemeriksaan genetik sel, sekaligus pengambilan sampel jaringan sumsum tulang (biopsi) untuk melihat perubahan struktur sel di sumsum tulang.
Setelah berunding dengan saudara yang lain, kami mengizinkan dokter untuk melakukan BMP. Namun, melihat kondisi Ibu yang terus melemah, dokter menunda pengambilan sampel sumsum tulang Ibu.
Pada Jumat (10/1), kondisi Ibu kritis sehingga harus dibawa ke High Care Unit (HCU) Penyakit Dalam supaya bisa mendapat perawatan yang lebih intensif.Â
Meski sudah mendapat transfusi darah sampai 4 kantong dan nilai Hb-nya perlahan naik, tapi tensi darah Ibu terus menurun. Pernafasannya pun tambah berat, seolah tinggal satu dua tarikan nafas saja.
Kami sekeluarga sudah pasrah. Kami sadar Ibu hanya tinggal menunggu waktu untuk pulang kembali ke hadiratNya.
Pada Minggu (12/1), semua putra-putri Ibu berkumpul di ruang HCU. Oleh perawat, kami diizinkan untuk menjenguk Ibu, dengan catatan harus masuk satu per satu.
Ketika giliran adik perempuanku yang masuk, dia tidak mau keluar. Dia memaksa untuk terus menunggui Ibu.Â
Mungkin melihat kondisi Ibu yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk disembuhkan, serta keinginan kuat dari adik perempuanku, perawat akhirnya mengijinkannya untuk tetap tinggal di ruang HCU menunggui Ibu.