Ketika bekerja sebagai tenaga penjualan, saya selalu diingatkan manajer untuk bisa bekerja lebih cerdas dan produktif dengan menetapkan skala prioritas. Manajer saya memberi ilustrasi seperti ini:
"Kalau kamu punya 2 janji pertemuan dalam waktu hampir bersamaan, pertimbangkan mana yang lebih penting dan mana yang harus didahulukan. Pilih janji yang bisa closing dan tunda sebentar janji dengan customer yang hanya membutuhkan penjelasan produk. Jika Product Knowledge itu bisa di-email, ya email saja penawarannya, tak perlu bertemu dulu."
Sedikit ilustrasi ini mungkin masih belum bisa memperjelas bagaimana cara bekerja yang cerdas dan produktif. Namun, sebelum membahas lebih lanjut, mari kita pikirkan lagi konsep produktivitas itu sendiri.
Selama ini, banyak yang menganggap orang yang produktif itu orang yang bisa mengerjakan banyak hal sekaligus, atau multitasking. Sepertinya keren kan kalau kita bisa memasak sambil membaca buku, tangan kanan mengaduk adonan, sementara tangan kiri menuangkan minuman.
Bisa melakukan banyak hal sekaligus sering dianggap produktif, padahal bukan seperti ini konsep produktivitas yang sebenarnya. Produktif itu ketika kita bisa bekerja lebih sedikit, tapi menghasilkan lebih banyak!
Multitasking itu tidak produktif, dan tidak benar-benar membantu kita menyelesaikan banyak hal dengan baik.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa dibutuhkan rata-rata 25 menit untuk melanjutkan tugas yang terganggu sebelumnya. Itu berarti, menginterupsi satu tugas untuk mengerjakan hal yang lain dapat membuat kedua pekerjaan tersebut membutuhkan waktu lebih lama untuk diselesaikan.
Untuk bisa menjadi lebih produktif, ada 2 cara sederhana yang bisa kita lakukan:
1. Menetapkan Skala Prioritas dengan Eisenhower Matrix
Kita tidak dapat mengubah jumlah jam yang ada dalam sehari. Tetapi kita dapat mengontrol berapa banyak energi yang kita miliki, yang kemudian dapat membantu kita untuk melakukan lebih banyak hal dalam waktu yang terbatas tersebut. Inilah yang disebut skala prioritas.Â
Cara mengatur waktu dan energi ini bisa kita lakukan dengan menerapkan metode Eisenhower Matrix dalam pekerjaan sehari-hari.
Eisenhower Matrix adalah strategi atau metode produktivitas yang dikembangkan oleh Dwight Eisenhower. Kita mengenal nama ini sebagai Presiden ke-34 Amerika Serikat yang menjabat selama dua periode, dari tahun 1953 sampai 1961.
Sebelum menjadi presiden, Eisenhower adalah seorang jenderal bintang lima di Angkatan Darat Amerika Serikat. Jenderal dengan nama panggilan "Ike" ini pernah menjabat sebagai Panglima Tertinggi Pasukan Sekutu di Eropa selama Perang Dunia II, dan bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan invasi ke Afrika Utara, Prancis, dan Jerman.
Di titik lain sepanjang karier militernya tersebut, Eisenhower menjabat sebagai Presiden Universitas Columbia, menjadi Panglima Tertinggi NATO pertama, dan entah bagaimana menemukan waktu untuk mengejar hobi seperti bermain golf dan melukis.
Selama masa jabatannya sebagai presiden Amerika Serikat, ia meluncurkan program yang secara langsung mengarah pada pengembangan Sistem Jalan Raya Antar Negara di Amerika Serikat, peluncuran internet (DARPA), eksplorasi ruang angkasa (NASA), dan penggunaan sumber energi alternatif secara damai (Atomic Energy Act).
Eisenhower dikenal memiliki kemampuan luar biasa untuk mempertahankan produktivitasnya, tidak hanya selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan, tetapi selama beberapa dekade. Dan untuk alasan itu, tidak mengherankan apabila metodenya untuk manajemen waktu, manajemen tugas, dan produktivitas telah dipelajari oleh banyak orang.
Cara Menjadi Lebih Produktif dengan Eisenhower Matrix
Pada dasarnya, metode yang dikembangkan Eisenhower ini sangat sederhana. Kita cukup memulai setiap hari dengan memilih satu hal penting untuk difokuskan terlebih dahulu.
Untuk bisa mengidentifikasi mana hal penting yang harus difokuskan tersebut, kita harus memisahkan tugas-tugas atau tindakan yang harus kita ambil berdasarkan empat kemungkinan:
- Mendesak dan penting (tugas yang harus kita lakukan segera).
- Penting, tetapi tidak mendesak (tugas yang bisa kita jadwalkan nanti).
- Mendesak, tetapi tidak penting (tugas yang bisa kita delegasikan ke orang lain).
- Tidak mendesak atau penting (tugas yang mungkin bisa kita hilangkan).
Tidak semua tugas harus dibuat dan diperlakukan sama. Ada tugas-tugas sulit dan penting yang harus diselesaikan di awal hari, tetapi ada juga tugas yang tidak terlalu mendesak. Memang, kita cenderung mudah tergoda untuk mengerjakan tugas yang tidak mendesak itu berbarengan dengan tugas yang harus diselesaikan.
Di sisi lain, hal ini malah dapat memicu stres, menguras energi, dan sulit untuk memprioritaskan tugas-tugas yang ada. Sebagai gantinya, pisahkan tugas-tugas yang ada dengan skala prioritas berdasarkan Eisenhower Matrix tersebut. Dengan begitu, kita dapat menghabiskan sebagian besar energi untuk menyelesaikan tugas pokok/utama. Ketika semuanya sudah selesai, kita dapat merujuk pada tugas-tugas lain yang terdapat dalam kategori.
Kalau melihat kategori tugas dari Eisenhower Matrix di atas, mungkin ada yang bertanya apa bedanya tugas yang mendesak dan tugas yang penting?
Tugas mendesak adalah hal-hal yang menuntut kita untuk segera bereaksi. Contohnya seperti yang pernah alami saat jadi sales: Ada klien yang sudah mencapai kesepakatan harga, kita tinggal closing saja. Ini penting dan mendesak untuk segera kita atur jadwal pertemuan dengan klien. Kalau terlalu lama, dikhawatirkan klien tersebut berubah pikiran.
Sedangkan tugas penting adalah hal-hal yang berkontribusi pada misi, nilai, dan tujuan jangka panjang kita. Tugas seperti ini bisa kita jadwalkan nanti, asal jangan sampai lupa.
2. Menjadwalkan Waktu IstirahatÂ
Selain mengelompokkan tugas menurut skala prioritas, yang tak kalah pentingnya adalah menjadwalkan istirahat agar kita bisa mengisi kembali energi yang sudah terpakai.
Ada anggapan bahwa produktif itu bisa bekerja terus menerus. Tentu saja ini salah besar. Tubuh kita selalu mengirim tanda-tanda bahwa ia memerlukan istirahat. Cobalah perhatikan aliran energi yang kita rasakan. Ada kalanya kita merasa kurang fokus dan energi memudar.
Itu merupakan tanda waktu istirahat alami, yang biasanya terjadi setiap 90 menit sampai 120 menit. Ketika lonceng waktu istirahat alami itu berbunyi, ambil jeda sejenak untuk istirahat.
Daripada beralih dari pekerjaan yang fokus ke yang kurang fokus (seperti memeriksa notifikasi perpesanan atau browsing media sosial), lebih baik matikan gadget, luangkan waktu untuk istirahat meskipun hanya sebentar.
Dengan beristirahat, kita bisa memperbarui 4 sumber energi: fisik, mental, emosional, dan spiritual. Contohnya, untuk mengisi kembali energi fisik penulis, ia menutup laptop dan berjalan naik turun tiga hingga empat tangga.Â
Untuk energi emosional, penulis memutar lagu favoritnya dan benar-benar membiarkan dirinya menikmatinya. Untuk energi mental, penulis menutup semua tab chromes dengan tujuan memfokuskan kembali dirinya.
Untuk energi spiritual, penulis menyimpan "jurnal sukacita" dan setiap malam menuliskan setidaknya satu hal yang membuatnya bahagia pada hari tersebut.
Menjadwalkan waktu untuk fokus pada satu pekerjaan yang penting dan mendesak, serta membangkitkan kembali energi juga dapat membantu kita menjadi pribadi yang lebih sabar, mengenal diri sendiri, dan konsisten.
Singkatnya, produktivitas tidak berarti berlomba-lomba mengerjakan banyak tugas dalam satu hari. Sebaliknya, pikirkan kembali tentang produktivitas. Berkonsentrasilah pada pekerjaan utama dan fokuslah untuk memperbarui energi sepanjang hari dengan istirahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H