Dalam pidatonya saat memperingati Hari Guru Nasional 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menekankan dua hal pokok, yaitu kemerdekaan dalam belajar dan reformasi pendidikan yang dimulai dari pergerakan para guru.
Menurut Mas Nadiem, panggilan akrab Mendikbud yang baru ini, kemerdekaan dalam belajar yang ia maksud adalah kebebasan berinovasi yang dimulai dari unit terkecil pendidikan.
"Unit pendidikan, yaitu sekolah, kemudian guru, dan muridnya memiliki kebebasan untuk berinovasi, belajar dengan mandiri, dan kreatif," ujar Mendikbud.
Sedangkan guru penggerak adalah guru yang mengutamakan muridnya. Seorang guru penggerak akan mengambil tindakan tanpa disuruh atau diperintah untuk mengembangkan muridnya. "Filsafatnya sama, semua yang terbaik untuk anak," ujar Mendikbud.
Pidato Nadiem dianggap banyak pihak membawa angin segar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Nadiem, anak muda yang sukses dalam inovasi di dunia digital dinilai akan mampu mengejawantahkan pendidikan Indonesia bergerak maju searah dengan perkembangan dunia yang semakin digital.
Akankah Kemerdekaan dalam Belajar Menghilangkan Pendidikan Karakter?
Namun, saya merasa khawatir akan ekses dari "Kemerdekaan dalam Belajar" yang dimaksudkan Mas Nadiem. Yakni hilangnya pendidikan karakter yang sudah lebih dari 5 tahun ini menjadi kurikulum wajib pendidikan nasional.
Sejak dilantik menjadi Mendikbud, Mas Nadiem memang belum menunjukkan tanda-tanda akan mengubah kurikulum pendidikan. Namun, pidatonya di peringatan Hari Guru Nasional seolah menjadi pertanda, akankah di masa jabatannya ini Mas Nadiem hendak menghilangkan Pendidikan Karakter?
Pendidikan Karakter pertama kali mengemuka sebagai tema yang diusung Kementrian Pendidikan Nasional dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun 2010, yakni "Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa".
Sejak itu, banyak ahli pendidikan, pengamat dan praktisi pendidikan mencoba untuk menerjemahkan seperti apa bentuk Pendidikan Karakter yang tepat untuk diaplikasikan bagi anak didik sekolah. Puncaknya, Pendidikan Karakter akhirnya resmi dijadikan basis kurikulum pendidikan dasar-menengah tahun 2013.
Namun dalam perjalanan waktu penerapannya, masih banyak institusi pendidikan yang tidak sepenuhnya paham bagaimana mengejawantahkan pendidikan karakter dalam praktik pendidikan mereka.