Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Guru yang Baik dengan Berdiri di Bahu Raksasa

25 November 2019   12:39 Diperbarui: 26 November 2019   07:29 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kutipan Berdiri di bahu raksasa pada Google Cendekia (screenshot dokumentasi pribadi)

Tidak hanya kepada Robert Hooke saja, ucapan terima kasih dengan mengambil metafora kurcaci yang berdiri di bahu raksasa ini juga disampaikannya kepada gurunya yang lain, seperti Rene Descartes. Newton sadar, apa yang ia lakukan, apa yang ia capai tidak akan bisa sejauh itu jika tidak didahului pemikiran orang-orang pandai sebelumnya.

Kita Adalah Kurcaci yang Sedang Berdiri di Bahu Raksasa

Bernard of Chartres mengucapkan adagium yang kemudian dikutip Newton itu dalam konteks: Orang-orang modern (di jamannya tentu saja) adalah sebagaimana orang-orang kerdil atau kurcaci yang berdiri di bahu raksasa, yaitu orang-orang berilmu jaman dahulu sehingga mereka bisa melihat lebih jelas dan lebih jauh.

Kita adalah kurcaci, dan para cerdik cendekia jaman dahulu adalah raksasanya. Tapi kita bisa melihat lebih jauh dan lebih jelas dari orang-orang pandai jaman dahulu karena kita berdiri di bahu mereka.

Semakin tinggi bahu raksasa, maka semakin jauh pula kita bisa memandang ke depan. Tentunya pemandangan ini akan berbeda jika ada orang lain yang menaiki bahu raksasa yang lebih rendah. Artinya, semakin banyak guru yang ilmunya kita serap dan pelajari, semakin luas pula pengetahuan yang kita miliki.

Namun, seorang yang ingin mencapai bahu raksasa yang tinggi (sementara dia sendiri orang kerdil atau kurcaci), maka ia harus memulai dengan mendaki bahu-bahu raksasa yang lebih pendek atau lebih kecil dahulu. Satu demi satu, terus mendaki hingga ia bisa mencapai puncak bahu raksasa yang paling tinggi sesuai dengan kemampuannya mendaki.

Dalam proses belajar dan mengajar, kita juga mengalami proses yang sama. Kita memulainya dengan hal yang sederhana dan mampu kita pahami, terus meningkat semakin kompleks dan semakin banyak hal yang kita pelajari.

Akan sulit bagi seseorang untuk bisa memahami cerita orang yang sudah melihat luasnya pemandangan dari bahu raksasa yang tinggi sekali, sedangkan ia masih berada di bawahnya dengan pemandangan yang terbatas.

Jika ia melakukannya dengan instan, sesampainya di atas ia malah akan kebingungan karena tidak paham bagaimana perubahan pemandangan dari rendah ke tinggi. Cerita atau pengalaman tentang pemandangan ketinggian itu akan terasa hampa karena ia tidak mampu mendeskripsikan pemandangan itu, tanpa bisa menjelaskan bagaimana ia bisa mencapai dan menikmati pendakiannya.

Deskripsinya mungkin mengundang decak kagum, tetapi akan selesai begitu saja. Kekaguman yang tidak berarti karena ia gagal menjadi inspirator dan pendidik bagi orang lain supaya bisa meraih posisi di ketinggian tersebut.

***

Ironi Anak-anak Muda yang Meremehkan Peran Gurunya

Beberapa waktu lalu, di twitter sempat ada trending topic tentang Guru BK (Bimbingan dan Konseling). Banyak netizen, terutama generasi milenial yang memposting pendapat mereka tentang guru BK. Mirisnya, postingan itu malah cenderung merendahkan dan meremehkan kontribusi guru BK dalam perjalanan karir atau kesuksesan yang sudah mereka raih saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun