Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tips Menulis Profil Tokoh Tanpa Terjebak Glorifikasi

18 November 2019   09:08 Diperbarui: 23 November 2019   12:09 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menulis profil tokoh (sumber gambar diolah dari canva.com)

Salah satu teknik menulis yang paling sulit dikembangkan adalah menulis biografi atau profil seseorang. Sulitnya di mana?

Obyektifitas atau netralitasnya.

Jujur saja, saat menulis bio atau profil seseorang, kita cenderung melebih-lebihkan. Entah itu sesuatu yang kita sukai, atau hal-hal yang kita benci.

Saat menulis profil tokoh yang kita kagumi, kita banyak memakai bahasa hiperbolis yang menonjolkan setiap kelebihannya. Kecenderungan ini akhirnya membuat kita terjebak pada glorifikasi atau pengkultusan pribadi.

Bahaya Glorifikasi dan Demonisasi

Kultus individu atau pemujaan kepribadian (bahasa Inggris: Cult of personality) muncul ketika seseorang menggunakan media massa, propaganda, atau metode lain untuk menciptakan figur ideal atau pahlawan, seringkali melalui pujian yang berlebihan.

Sementara glorifikasi (asal kata bahasa Inggris: Glorification) adalah aksi melebih-lebihkan sesuatu sehingga terkesan hebat luar biasa, sangat suci, atau sempurna tanpa cela.

Lawan kata glorifikasi adalah demonisasi, yakni sikap melebih-lebihkan keburukan atau kejahatan hingga sesuatu jadi tampak buruk luar biasa, jahat sempurna, tidak ada sedikitpun kebaikannya.

Glorifikasi, kultus individu maupun demonisasi justru akan melemahkan kualitas tulisan biografi yang kita buat. Artikel profil yang kita tulis akan terlihat sangat tidak obyektif. Kecenderungan ini juga akan membuat kita terjebak lebih dalam lagi pada upaya memitologikan tokoh tersebut.

Mitologi tak hanya berkutat pada hal-hal yang super baik saja. Keburukan dari tokoh tersebut pun akan dimitoskan. Yang baik jadi dewa, yang buruk jadi iblis.

Belajar Menulis Profil dari Michael H. Hart
Salah satu penulis yang berhasil menjaga obyektifitasnya, dan bisa menjadi role model dalam teknik menulis biografi adalah Michael H. Hart, penulis buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia.

Dalam menulis tokoh yang dikagumi maupun yang dibencinya, tulisnya, Hart berhasil menjaga jarak untuk tidak terjebak dalam glorifikasi maupun demonisasi.

Dalam menyusun katalog 100 tokoh paling berpengaruh, Hart menempatkan para tokoh tersebut dalam susunan peringkat yang kontroversial, namun disertai dengan alasan yang logis dan bisa diterima para pembacanya. Berulangkali Hart menegaskan, bahwa yang dia urutkan adalah atas dasar pengaruhnya, bukan karena nama besarnya atau seberapa terkenal tokoh tersebut.

ilustrasi menulis profil tokoh (sumber gambar diolah dari canva.com)
ilustrasi menulis profil tokoh (sumber gambar diolah dari canva.com)
Ini obyektifitas yang pertama.

Jangan Biarkan Emosi Ikut Larut saat Menulis Profil
Yang kedua, Hart tidak membiarkan emosinya terlibat saat menggambarkan profil para tokoh dunia tersebut. Sekalipun Hart membencinya, muak dengan apa yang sudah diperbuatnya pada dunia, Hart tetap menuliskan profil tokoh tersebut sesuai dengan fakta yang ia dapatkan. Tidak ditambah, tidak juga dikurangi.

Hal ini bisa kita lihat pada ketika Hart menuliskan profil Adolf Hitler, Joseph Stalin atau beberapa diktator kejam lainnya.

Pada profil Hitler, Hart mengawalinya dengan kalimat berikut: 

"Terus terang, saya mencantumkan Adolf Hitler dalam buku ini dengan perasaan muak. Pengaruhnya nyaris sepenuhnya bersifat jahat, dan saya tidak berselera menghormati seseorang yang arti penting peranannya dengan mengakibatkan kematian sekitar 35 juta orang. Namun, kita tidak bisa menghindari fakta bahwa Hitler memiliki pengaruh sangat besar terhadap kehidupan begitu banyak orang."

Sekalipun merasa muak dan tidak berselera menghormati Hitler, Hart tetap menginformasikan apa yang perlu diketahui pembacanya tentang Adolf Hitler. Baik kejahatannya, maupun "prestasinya" seperti yang dikatakan Hart, 

"Bagaimana seorang asing (Hitler lahir di Austria, bukan Jerman) tanpa pengalaman politik, uang atau koneksi politik, dapat menjadi pemimpin salah satu kekuatan besar dunia dalam masa kurang dari 14 tahun."

Begitu pula saat Hart menulis dan menempatkan tokoh yang dikagumi, Yesus Kristus. Ketika Hart menempatkan Yesus di urutan ketiga dibawah Nabi Muhammad dan Isaac Newton, banyak pertanyaan yang mengiringi, mengapa Yesus tidak ditempatkan di urutan pertama mengingat banyaknya pemeluk ajaran agamanya.

Tapi Hart punya penjelasan yang logis dan obyektif. Hart menganggap Yesus hanya menyebarkan pengaruhnya sebagai seorang pemimpin etika dan spiritual, sementara teologi kekristenan diukir secara prinsipil oleh Santo Paulus. Berkebalikan dengan Nabi Muhammad yang menggenggam otoritas politik dan religius selama masa hidupnya.

Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari cara Hart menulis profil 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia?

Brainstorming Saat Menulis Biografi atau Profil Tokoh
Dalam sebuah bio, kita bicara tentang apa yang kita tulis dan mengidentifikasi apa yang unik tentang orang tersebut, apa yang dia minati, apa keahliannya, dan untuk membangun kredibilitasnya.

Untuk membantu kita melakukan brainstorming dalam mengidentifikasinya, kita mungkin perlu menjawab beberapa pertanyaan seperti berikut ini:

  • Apa saja minat orang tersebut?
  • Apa yang kita ketahui tentang orang tersebut?
  • Apa yang unik darinya?
  • Apa yang ingin kita pelajari darinya?
  • Apakah dia memiliki otoritas pribadi?
  • Apa yang tidak kita ketahui tetapi ingin mengetahuinya?
  • Apa yang tidak diketahui pembaca dari orang tersebut dan kita ingin memberi tahu mereka?
  • Apa yang terbaik dan terburuk dari orang tersebut?

Setelah menjawab pertanyaan tersebut, baru lah kita bisa mulai menyusun kerangka tulisan dan memolesnya menjadi sebuah artikel biografi atau profil tokoh yang bisa terhindar dari jebakan glorifikasi.

Contohnya bisa seperti ini:

Lahir di Medan pada 1954, Johari Zein berasal dari keluarga pedagang Tionghoa. Semua keluarganya menganut agama Budha. Johari sendiri sejak kecil mengenyam pendidikan di sekolah Katolik. Jiwa wirausahanya sudah terlihat sejak ia berusia 12 tahun saat keluarganya pindah ke Jakarta. Ketika itu, Johari yang masih duduk di bangku SMP sering menjual majalah ke teman-temannya. Naluri dagangnya ini berlanjut hingga ia masuk SMA.

Profil singkat ini memberi tahu pembaca tentang minat Johari Zein pada bisnis sejak dia kecil. Hal ini akan memberi kredibilitas pada tujuan akhir dari profil ini, yakni bagaimana Johari Zein bisa mendirikan perusahaan kurir JNE.

Sekarang, perhatikan cuplikan profil berikut:

Di antara sekian banyak toko dan tempat usaha milik orang Eropa, terselip satu toko kacamata. Toko itu adalah satu-satunya toko yang dimiliki pribumi, orang Garut asli.

Pemilik toko tersebut adalah Atjoem Kasoem, atau lebih dikenal dengan nama pendek A. Kasoem. Kalau melihat nama belakangnya, kita tentu ingat dengan toko kacamata Optik Lily Kasoem.

Profil ini ditulis secara spesifik berorientasi pada "pribumi"  sehingga pada akhirnya pembaca akan tahu sosok A Kasoem sebagai pribumi yang menjadi pelopor toko kacamata di Indonesia.

Menulis biografi atau profil tokoh mungkin sulit tanpa ada kecenderungan glorifikasi maupun demonisasi. Tapi bukan berarti kita tidak bisa menjaga netralitas dan obyektifitas.

Dengan melakukan brainstorming seperti diatas, setidaknya kita tidak membiarkan emosi kita ikut larut dalam tulisan sehingga membuat kita terjebak pada upaya glorifikasi, juga demonisasi. Karena hal ini justru akan melemahkan profil dari tokoh yang kita angkat dalam tulisan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun