Seruan Abu Bakar ini bagai setetes embun di padang pasir, seperti sebatang lilin yang menyala di tengah gelap gulita. Apa yang dikatakan Abu Bakar menyejukkan hati sekaligus menerangi gelapnya pikiran yang sempat menyelimuti setiap diri kaum muslimin di Madinah.Â
Akan halnya Umar bin Khattab, demi diketahuinya dari kalimat-kalimat Abu Bakar bahwa Rasulullah benar-benar wafat, ia pun jatuh ke tanah tak sadarkan diri.
***
Dalam menghormati dan meneladani Nabi Muhammad SAW, kita sering melakukannya terlalu berlebihan, seperti yang dilakukan Umar bin Khattab saat menanggapi kabar wafatnya Rasulullah SAW. Kita mengagungkan Rasulullah jauh melebihi batas kewajaran dan batas keimanan.
Hal ini bisa kita lihat saat umat Muslim, khususnya di Indonesia memperingati Maulid Nabi. Banyak ustadz apalagi orang awam yang berusaha sekuat kemampuannya menceritakan dan menguraikan keajaiban-keajaiban yang terjadi menjelang atau saat kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Di acara pengajian di kampung-kampung, para mubaligh dengan bersemangat menceritakan,
"Ketika Nabi lahir, berguncang singgasana kaisar, berjatuhan berhala-berhala, padamlah api yang disembah bangsa Persia..."
"Beliah lahir dalam keadaan bercelak mata, putus tali pusarnya, sudah dalam keadaan dikhitan bahkan dapat melihat dari pundaknya...."
Keajaiban-keajaiban ini -- seandainya benar -- memang luar biasa, tetapi tidak menambah kepercayaan orang beriman. Benar, Rasulullah SAW adalah manusia istimewa, baik secara lahir maupun batin. Tetapi melukiskan situasi dan keadaan beliau saat lahir seperti itu menjadikan Nabi Muhammad tidak seperti manusia lagi.
Penggambaran yang berlebihan ini seringkali didorong oleh hasrat untuk membuktikan keagungan manusia yang mulia ini. Tetapi kita melakukannya secara berlebihan, dan ini bukanlah sikap yang beradab dalam memberi penghormatan kepada Rasulullah SAW.
Menurut Qurasih Shihab, adab atau etika pada dasarnya bermakna "keadilan atau menempatkan sesuatu pada tempat yang wajar."Â Tidak adil dan tidak beradab apabila kita menghormati orang tua sama dengan kita menghormati teman sebaya. Intinya, mengurangi atau melebihkan dari yang semestinya adalah sikap yang tidak beradab.