Rendahnya Tingkat Keterlibatan Digital UMKM Indonesia
Tidak meratanya pelatihan digital yang selama ini diselenggarakan pemerintah maupun pihak swasta membuat angka keterlibatan digital UMKM masih rendah. Menurut data Kementerian Kominfo, baru 9,6 juta atau 17,1% dari total 56 juta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang berjualan secara online.
Padahal, menurut hasil riset bersama Google dan Deloitte Access Economics, keterlibatan digital pada usaha mikro kecil menengah (UMKM) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia sebesar 2%. Pertumbuhan tambahan tersebut dibutuhkan oleh Indonesia untuk menjadi negara berpenghasilan menengah pada 2025.
Riset bersama Google dan Deloitte Access Economics juga mengungkapkan ada empat tingkat keterlibatan digital UMKM secara digital berdasarkan adopsi teknologi, keberadaan online dan penggunaan media sosial serta pemberdayaan e-commerce, yakni:
- Bisnis offline: yaitu UMKM tanpa akses internet, tanpa komputer atau ponsel pintar, dan tidak memiliki website.
- Bisnis online dasar (basic): yaitu UMKM yang punya akses internet, memiliki perangkat digital tapi keberadaan online mereka bersifat statis, atau hanya sekedar terdaftar di direktori online saja.
- Bisnis online menengah (intermediate): yaitu UMKM yang aktif dalam keberadaan online dan terlibat langsung dalam jejaring sosial.
- Bisnis online lanjutan (advanced): yaitu UMKM yang memiliki konektivitas canggih, jejaring sosial yang terintegrasi dan kemampuan bisnis e-commerce.
Berdasarkan tingkat keterlibatan tersebut, lebih dari sepertiga UMKM Indonesia (36%) masih berjualan secara offline, sepertiga lainnya (37%) hanya memiliki kemampuan online yang sangat mendasar (basic), 18% memiliki kemampuan online menengah (intermediate) dan kurang dari sepersepuluh (9%) adalah bisnis online lanjutan (advanced).
Sebagai tindak lanjut dari risetnya, Google-Deloitte Access Economics memaparkan lima arahan kebijakan untuk mendukung UMKM digital di Indonesia, yakni:
- Meningkatkan akses broadband dan kualitas layanannya agar bisa mendorong adopsi teknologi digital oleh UKM.
- Membantu semua UKM menjadi bisnis digital. Hingga saat ini sudah banyak instansi pemerintah yang telah menyediakan dukungan berupa program bagi UKM. Namun seringkali program ini tumpang tindih dan terbatas jangkauannya.
- Memperluas pembayaran elektronik atau e-payment. Hal ini dirasakan dapat meningkatkan kepercayaan dalam platform pembayaran e-commerce yang dapat meningkatkan volume transaksi digital di Indonesia.
- Memperluas akses terhadap investasi. UKM digital membutuhkan gabungan antara sumber investasi baik dari domestik maupun asing. Hambatan akses investasi dapat mengurangi potensi UKM untuk berkembang.
- Memperluas layanan pemerintah secara elektronik (e-government). Layanan pemerintah melalui online platform jauh lebih efektif dan efisien.
Lima arahan kebijakan tersebut akhirnya bermuara pada proses pemerataan pelatihan digital untuk UMKM, atau literasi digital pada masyarakat umum. Inilah yang tidak terlihat sampai saat ini. Baik dari sisi pemerintah, pihak swasta yang memiliki program bantuan, maupun dari pihak pemateri, para digitalpreneur.
Pelatihan Digital Jangan Hanya Terpusat di Kota Besar
Selama ini ada kesan pelatihan digital itu hanya bisa diselenggarakan di kota-kota besar. Tempatnya harus di hotel atau co-working space yang mewah dan instagrammable, dan pesertanya adalah anak-anak muda yang sudah melek teknologi.
Jika polanya seperti ini, bagaimana dengan nasib UMKM di kota-kota kecil? Bagaimana dengan orang-orang desa yang belum melek teknologi? Bagaimana dengan ibu-ibu rumah tangga, yang justru dari tangan mereka lah produk-produk UMKM berasal? Tidakkah mereka juga punya keinginan dan hak yang sama untuk akses internet dan pelatihan digital?