Sementara Engangement lebih banyak ditentukan oleh seberapa aktif pengguna itu terlibat dalam postingan. Baik itu menjawab komentar di postingannya sendiri atau berkomentar di postingan pengguna lain.
Setiap media sosial memiliki algoritma tersendiri yang berbeda-beda. Algoritma YouTube misalnya, dibagi menjadi dua: algoritma hasil pencarian dan algoritma rekomendasi.
Algoritma hasil pencarian di YouTube meniru algoritma mesin pencari Google, yakni didasarkan pada kata kunci. Sedangkan algoritma rekomendasinya lebih banyak ditentukan oleh perilaku pengguna. Sebagai contoh, jika seorang pengguna sering mencari video tentang gim, maka video-video di deret rekomendasinya akan berisi video dengan tema berdasarkan riwayat pencariannya tersebut.
Berbeda lagi dengan Twitter. Si burung biru ini mendasarkan algoritmanya pada seberapa banyak dan cepat sebuah kata kunci diletakkan penggunanya.
Sebuah kata kunci bisa menjadi trending topic di Twitter tidak hanya dilihat dari jumlahnya, tapi juga rentang waktunya. Semakin pendek rentang waktu dan semakin banyak pengguna yang memakai kata kunci tersebut, kemungkinan kata kunci itu menjadi trending topic juga semakin besar.
Seperti kata kunci Nyi Roro Kidul yang pagi hari tadi menjadi trending topic, atau tagar #PestaRakyatNKRI yang hingga malam ini masih memuncaki daftar trending topic. Ini karena dalam rentang waktu yang singkat banyak pengguna Twitter yang menggunakan kata kunci dan tagar tersebut dalam postingan mereka.
Kalaupun ada banyak pengguna memakai kata kunci atau tagar tertentu, tapi mereka mempostingnya dalam jarak waktu yang berjauhan, ini tidak akan membuat kata kunci atau tagar tesebut menjadi trending topic. Sekalipun pengguna-pengguna itu memiliki jumlah follower yang banyak.
Itulah sebabnya, banyak pengguna di Twitter yang "numpang" mempromosikan konten mereka lewat apa yang sedang menjadi trending topic. Supaya postingan mereka mendapatkan jangkauan yang lebih banyak. Begitu pula dengan pengguna di platform media sosial lainnya, sering menambahkan tagar yang sedang populer.
Selama ini, banyak brand atau perusahaan yang masih terjebak dalam paradigma "metrik angka". Seolah jumlah follower yang banyak dapat menjamin sebuah postingan memiliki tingkat keterjangkauan yang luas. Padahal kenyataannya tidak demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H