Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lalu, Kapan Buzzer Penebar Kebencian Itu Ditindak?

14 Oktober 2019   22:57 Diperbarui: 18 Oktober 2019   14:50 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banyak netizen yang menyayangkan terputusnya karir Komandan Kodim Kendari, Kolonel (Kav) Hendi Suhendi. Seperti yang sudah kita baca beritanya, Kolonel (Kav) Hendi Suhendi dicopot dari jabatannya. Tak hanya itu, ia juga harus menjalani hukuman kurungan selama 14 hari.

Pencopotan dan hukuman itu merupakan imbas dari cuitan sang Istri di media sosial yang dituduh "nyinyir" kepada Menkopolhukam Wiranto terkait insiden penusukan di Pandeglang beberapa hari lalu. Padahal, dalam cuitannya, Irma Zulkifli Nasution tidak menyebut nama.

Selain menyayangkan terhentinya karir militer Dandim Kendari, banyak netizen lain yang mengatakan hukuman yang harus ditanggung Kolonel (Kav) Hendi Suhendi tidak adil. Pasalnya, yang nyinyir di media sosial adalah istrinya, bukan dia sendiri. Apalagi cuitan sang istri juga belum menemui vonis hukum; apakah memang mengandung ujaran kebencian dan masuk kategori nyinyir atau tidak.

Usai mencuatnya pemberitaan Dandim Kendari, di media sosial beredar surat ancaman yang mengatasnamakan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN). Ancaman itu menyatakan bagi siapa saja yang mengetahui ada ASN yang menyebar ujaran kebencian dan intoleransi, diharapkan untuk melaporkannya ke beberapa akun media sosial dan nomor khusus yang sudah disediakan. Tak hanya itu, ancaman itu juga menyatakan bahwa ASN yang ketahuan nyinyir terancam dipecat.

Belakangan diketahui surat tersebut adalah hoaks. Melalui akun media sosialnya, BKN merespon bahwa surat itu bukan berasal dari BKN. Masalah pembinaan ASN adalah tanggung jawab dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) masing-masing.

Meski begitu, sebenarnya aturan ASN dilarang nyinyir sudah ada sejak 2018. Dalam Surat Edaran BKN kepada PPK yang terbit Mei 2018, dijelaskan bahwa ASN yang menyebarkan ujaran kebencian di depan umum secara langsung ataupun lewat berbagai media baik cetak maupun digital dianggap melanggar.

Khususnya ujaran kebencian yang menyinggung perangkat dasar negara, menyinggung salah satu suku, agama, ras dan antargolongan. Tak hanya itu, ASN yang mendukung ujaran kebencian dengan memberikan likes, love, retweet, regram atau berkomentar di postingan media sosial juga akan ditindak.

Namun, persoalannya tidak berhenti di situ. Dari kasus Dandim Kendari, banyak pihak yang meminta masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial. "Jarimu harimaumu," kata mereka.

Entah sudah seberapa sering nasehat ini saya dengar dan saya baca. Dari situ pula ada satu pertanyaan yang mengganjal di benak saya. Apakah nasehat yang sama sudah diberikan pada buzzer-buzzer yang kerap menyebar ujaran kebencian? Apakah hukuman seperti yang diterima Dandim Kendari sudah diberikan pada akun-akun buzzer yang kerap nyinyir pada pihak yang tidak segolongan?

Saya tak hendak menyebut nama akun-akun tersebut, karena sudah bukan rahasia umum lagi. Mereka sudah sering dilaporkan pada aparat yang berwenang dengan berbagai pasal yang bisa menjerat. Namun kenyataannya, mereka sampai saat ini aman-aman saja. Maka, wajar jika kemudian ada kesan pemerintah sengaja memelihara mereka.

Padahal, efek yang ditimbulkan dari postingan bernada nyinyir dan mengandung ujaran kebencian dari mereka sangat dahsyat. Tak jarang sampai menjadi fitnah hingga membuat orang yang tidak ada kaitannya menjadi korban.

Karena itu, saya melihat fenomena nyinyir yang dilakukan masyarakat pada saat ada insiden yang menimpa pejabat atau tokoh penting lainnya, itu tak lain adalah buah dari perlakuan tidak adil pemerintah. Nyinyirnya masyarakat adalah hasil dari ketimpangan pelaksanaan hukum yang cenderung hanya berpihak pada satu golongan tertentu saja.

Masyarakat kita sebenarnya sudah pintar dan bijak dalam menggunakan media sosial. Mereka tahu dan paham betul bahwa apapun alasannya, ujaran kebencian adalah hal yang tak hanya berlawanan dengan hukum, namun juga bertentangan dengan norma agama dan sosial.

Tak perlu lagi menasehati masyarakat. Sebaliknya, nasehat-nasehat semacam itu harusnya ditujukan pada buzzer-buzzer penebar kebencian. Nasehatilah akun-akun yang seringkali memposting nyinyir pada kelompok yang berseberangan. Tindaklah pihak-pihak yang sengaja menebar hoaks yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat, dari kelompok manapun mereka berasal. Buatlah hukum itu berdiri di tengah, bukan miring pada satu sisi saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun