Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Benarkah RKUHP Membungkam Kebebasan Sipil?

19 September 2019   23:40 Diperbarui: 20 September 2019   15:42 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi RUU KUHP (Sumber gambar: finroll.com)

Aneh rasanya mendengar alasan beberapa pihak yang menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengatakan bisa merusak dan membungkam kebebasan sipil dan politik warga negara.

Dalam RKUHP yang rencananya akan dibahas dan disahkan DPR RI pada Selasa (24/9), terdapat sejumlah delik yang dianggap memuat pasal karet. Seperti pasal penghinaan terhadap presiden/wakil presiden, pemerintah dan lembaga; penghinaan terhadap negara hingga pasal kesusilaan.

Delik-delik inilah yang memantik reaksi keras dari masyarakat karena dianggap memasung kebebasan sipil, di antaranya kebebasan mengeluarkan pendapat hingga kebebasan politik dan urusan pribadi.

Benarkah Pengesahan RKUHP ini nantinya bisa mengancam dan berpotensi membungkam kebebasan sipil sebagaimana yang disuarakan banyak pihak?

Rasanya tidak. Pada dasarnya, negara kita bukan negara liberal. Negara kita adalah negara hukum dan berketuhanan, di mana dalam hukum yang berlaku di negara kita, termasuk di dalamnya terdapat hukum agama, hukum adat hingga norma susila sesuai kearifan lokal. 

Maka, terciptanya RKUHP ini adalah konsekuensi dari sistem atau bentuk negara kita sendiri.

Sejatinya, kita tidak pernah benar-benar bebas, baik dalam hal kebebasan berbicara, berpendapat atau hak kebebasan sipil lainnya. Menurut pemikiran George Orwell, "If liberty means anything at all, it means the right to tell people what they do not want to hear." Jika kebebasan sama sekali berarti, itu berarti hak untuk memberi tahu orang apa yang tidak ingin mereka dengar.

Kita juga tidak hidup dalam utopia kebebasan berbicara menurut Voltaire, di mana kita bisa mengatakan, "Saya tidak setuju dengan apa yang Anda katakan, tetapi saya akan mempertahankan sampai mati hak Anda untuk mengatakannya."

Singkatnya, jika kebebasan berbicara itu dilindungi secara nominal oleh hukum negara, maka tindakan masyarakat atau kelompok tertentu yang membatasinya dengan aturan-aturan yang mereka pilih sendiri jelas merupakan pelanggaran kebebasan.

Contohnya tidak perlu jauh-jauh, ketika ada orang berkomentar miring terhadap pemerintah yang tidak disukainya, media dan kelompok pro pemerintah langsung bereaksi keras terhadap pernyataan yang tidak mereka sukai itu.

Ketika ada individu yang mengekspresikan pandangan yang tidak ingin didengar pihak lain, maka pihak yang berseberangan itu langsung bereaksi. Reaksi (berlebihan) terhadap pandangan tertentu pada akhirnya mengarah pada penyempitan pandangan yang diungkapkan. 

Hal ini akan membatasi kemampuan kita untuk mengekspresikan diri dalam jangka panjang. Dan yang perlu diperhatikan, kebebasan ini tidak diambil oleh negara, melainkan oleh masyarakat atau kita sendiri.

Ini adalah konsekuensi logis dari tatanan sosial yang sudah kita ciptakan. Karena itu, dalam kehidupan sosial dan bernegara, kebebasan harus mengalah pada keamanan dan ketertiban.

Bila perlu, kebebasan harus ditindas agar tercipta ketertiban dan situasi yang kondusif pada masyarakat. Hukum dan aturan serta norma dibuat untuk membatasi kebebasan supaya tercipta keamanan, ketertiban, ketentraman dan kesejahteraan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Bagaimanapun juga, hukum dan peraturan hanya sebuah alat untuk membantu. Adanya pun belum menjamin terlaksananya apa yang kita inginkan. Apakah kita yakin seandainya RKUHP ini ditolak pemerintah, kita masih bisa bebas berbicara dan mengutarakan pendapat? Lha wong tanpa direvisi sekalipun banyak pihak yang dianggap berseberangan mengalami persekusi.

Selama ini kita selalu terjebak dalam keributan membahas kulit luarnya saja. Sementara esensi atau pelaksanaannya seringkali kita abaikan. Pengalaman sudah mengajari kita bahwa apa yang kita harapkan dan kita anggap sebagai hak kebebasan sipil itu justru kita sendiri yang memasungnya.

Karena itu, dalam hal kontroversi RKUHP ini, yang semestinya kita tekankan dan kita desak pada pemerintah adalah keadilan dalam pelaksanaannya. Kita harus memastikan bahwa nantinya aparat penegak hukum bisa melaksanakan KUHP yang direvisi ini dengan adil, sesuai dengan bahasa etika yang sudah kita sepakati bersama.

Dasar dari segala etika adalah "mengorbankan kepentingan diri demi kepentingan bersama". Namun harus diingat, bahasa etika tidak setuju apabila hanya dituntut dari si lemah ketika memperjuangkan haknya, tetapi tidak digubris oleh si kuat ketika dituntut melaksanakan kewajibannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun