Kita pernah memiliki ratu tenis Yayuk Basuki yang pernah bertengger di 20 besar petenis dunia. Kita pernah memiliki tim panahan wanita yang ketepatan anak panahnya bak mitologi Srikandi.
Lalu, mengapa semua prestasi itu tak bisa terulang kembali? Apakah ada yang salah dengan pembinaan olahraga kita?
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan pembinaan olahraga di Indonesia. Setiap federasi atau induk cabang olahraga tentu menginginkan seluruh atletnya bisa meraih prestasi.
Namun, ada satu perbedaan besar yang bisa kita amati dan mungkin bisa kita jadikan kambing hitam atas jebloknya prestasi olahraga nasional.
Politisasi membuat olahraga kita ditakdirkan jadi pecundang
Pemerintah pada masa dulu tidak menjadikan olahraga sebagai alat pencitraan politik rendahan. Pemerintah saat itu tidak menjadikan sepakbola Indonesia maupun cabang olahraga lainnya sebagai alat perjuangan "low politic" alias politik ecek-ecek para pejabat atau politisi untuk meraih kekuasaan dan kemudian melanggengkan kekuasaannya sementara prestasi olahraganya sendiri jeblog.
Belum pernah sekalipun kita mendengar ada politisi zaman dulu yang mengklaim paling berjasa bila ada satu-dua atlet yang berprestasi. Belum pernah kita dapati ada atlet-atlet jaman dulu yang diundang pihak-pihak tertentu untuk kemudian dijadikan alat pencitraan pribadi.
Berbeda dengan masa sekarang. Politisasi membuat olahraga kita seolah ditakdirkan untuk jadi pecundang.
Ada sedikit prestasi saja, para politisi berlomba-lomba memberi perhatian. Sesuatu yang belum pernah mereka lakukan ketika si atlet tengah berjuang mengharumkan nama bangsa. Sesuatu yang mungkin tidak akan mereka berikan seandainya si atlet tidak menorehkan prestasi apapun.
Prestasi yang didapat dengan kerja keras itu seolah hanya dijadikan "public relations" untuk menarik massa.
Belum lagi peran media dalam memberitakan si atlet secara berlebihan. Tak bisa dipungkiri, sanjungan hiperbolis yang kerap diberikan media, dan terutama netizen, bisa menjadi racun yang melenakan si atlet, alih-alih memberi suntikan semangat untuk mempertahankan dan memperbaiki prestasinya.
Dari sini bisa kita lihat bahwa bukan pembinaan olahraganya yang salah. Melainkan suasana yang diciptakan pemerintah tidak mendukung dan menghambat keberlangsungan prestasi yang sudah ditorehkan sebelumnya.
Jangankan berpikir melangkah ke tingkat dunia, untuk level Asia Tenggara saja kita sudah jauh tertinggal, sudah mulai disalip oleh negara-negara yang dulu pernah kita remehkan.