Di sebuah negeri, ada seorang guru Zen yang bijaksana. Banyak orang yang datang dari jauh hanya untuk meminta nasihat dan ilmu darinya.
Suatu hari, datanglah seorang sarjana muda.
"Saya datang khusus untuk meminta Anda mengajari saya tentang Zen," kata sarjana muda tersebut.
Guru Zen mengangguk, lalu meminta sarjana itu untuk masuk ke ruang pengajaran. Namun yang terjadi kemudian adalah, sarjana itu terlalu sering menyela nasihat dan ilmu yang diajarkan sang guru. Sarjana itu berulangkali melontarkan pendapat dan pengetahuan yang sudah ia miliki sehingga tidak dapat menyimak dengan baik apa yang diajarkan guru Zen.
Sambil tersenyum, Guru Zen lalu meminta sarjana itu mengikutinya ke meja ruang tamu. Di sana, guru Zen kemudian menuangkan teh ke cangkir kosong yang ada di depan sarjana muda. Dituangkannya minuman itu terus menerus sampai meluap ke atas meja dan akhirnya mengenai jubah muridnya.
Sarjana muda itu berteriak, "Stop, hentikan guru! Apa guru tidak melihat cangkirnya sudah penuh dan meluap?"
"Tepat sekali," jawab guru Zen sambil tersenyum. "Kamu itu seperti cangkir teh ini, penuh ide dan wawasan sehingga tidak  ada lagi ilmu yang cocok dan bisa kamu terima. Kembalilah kesini kalau kamu sudah bisa mengosongkan cangkirmu."
***
Kisah ini mengingatkan kita untuk tetap rendah hati, membuka diri terhadap ide-ide baru dan bersedia mengubah prakonsepsi kita. Â Secara teori sederhana, tetapi sulit untuk dipraktikkan.
Seiring bertambahnya usia, kita mengisi cangkir kita dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang pernah kita peroleh di masa lalu. Ketika ada orang yang memberi saran, ide dan pendapatnya sendiri, kita cenderung memilih mana yang lebih cocok dengan apa yang kita yakini.