Begitu rumitnya pengelolaan pertanian organik ini sehingga tak heran apabila produk pertanian organik harganya mahal, bisa mencapai enam kali lipat dibandingkan produk pertanian yang diusahakan secara konvensional.Â
Selain proses budidayanya yang berbeda dan sangat hati-hati, mahalnya produk pertanian organik juga disebabkan pengurusan sertifikat organik yang membutuhkan biaya yang besar, bisa mencapai 12juta untuk satu sertifikat produk dengan masa berlaku satu tahun.
Selain tiadanya sertifikat organik pada produk pertaniannya, satu lagi kekurangan yang saya amati dari program CSR Danone Indonesia di desa Bongkasa Pertiwi ini adalah ketiadaan sertifikat PIRT dari Dinas Kesehatan setempat untuk produk pangan olahan.Â
Seperti yang terlihat dari label kemasan nugget jamur yang diproduksi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Mandala Sari ini.
Sertifikat PIRT ini penting dimiliki setiap industri rumah tangga karena menyangkut kepercayaan konsumen terhadap proses produksinya yang aman dan menyehatkan. Dengan memiliki sertifikat PIRT, berarti proses pengolahan pangan dari industri tersebut sudah dilakukan secara higienis sehingga aman untuk dikonsumsi.
Secara umum, apa yang sudah dilakukan PT. Tirta Investama melalui program Mambal Lestari di desa Bongkasa Pertiwi ini patut kita apresiasi. Sebagaimana komitmen perusahaan yang dikutip dari pendirinya Bapak Tirto Utomo bahwa  bisnis harus sejalan dengan kontribusi sosial perusahaan pada masyarakat.Â
"Kami tidak hanya harus sukses dalam bisnis, namun juga sukses dalam sosial dan lingkungan."
Namun, alangkah baiknya apabila dalam pelaksanaan pembinaan tersebut PT. Tirta Investama juga menggandeng instansi terkait.Â
Dalam hal ini adalah Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan supaya produk pertanian maupun produk olahan pangan dari masyarakat disana memperoleh fasilitas sertifikasi pada produk yang dihasilkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H